MALANG, HUMAS MKRI - Jelang berakhirnya Tahun 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menyepakatMemorandum of Understanding (MoU) dengan pihak Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang). Seremoni penandatanganan ini dilakukan oleh Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono dengan Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan UIN Malang Isroqunnajah bertempat di Kampus “Ulul Albab” UIN Malang pada Kamis (5/12/2019).
Dalam sambutannya, Fajar menyatakan bahwa MoU dengan pihak perguruan tinggi, khususnya UIN Malang, merupakan langkah strategis bagi MK untuk dapat memudahkan upaya sosialisasi sekaligus untuk memperoleh umpan balik berupa bertambahnya khazanah keilmuan.
“Sebab, UIN Malang adalah bagian dari simpul ilmu pengetahuan yang erat kaitannya dengan MK yang juga lahir dari ide yang diusung oleh kalangan akademisi yang sistem dan mekanisme kerjanya juga berkutat dengan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas putusan,” urai Fajar.
Untuk itu, Fajar berharap UIN Malang dapat memanfaatkan secara maksimal kerjasama ini dengan mewujudkan beragam kegiatan akademik bersama ke depannya.
Menyambut harapan Fajar, Wakil Rektor III UIN Malang Isroqunnajah atau yang biasa disapa Gus Is, menyatakan bahwa UIN Malang menyambut gembira terjalinnya kerjasama ini. “Kami siap berkomitmen dan tentunya berharap ke depan akan terselenggara kegiatan seperti penelitian kolaboratif maupun kegiatan magang bagi Mahasiswa ke MK,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini pula, selain menyaksikan langsung penandatanganan MoU, Ketua MK Anwar Usman juga memberikan kuliah umum bertajuk “Peran Strategis Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Umum 2019”.
Di hadapan sekitar 500 tamu undangan, Anwar Usman memaparkan bahwa peran strategis MK dalam menyelesaikan sengketa Pemilu dari periode ke periode adalah untuk mengawal tegaknya demokrasi konstitusional di Indonesia.
Faktanya, pada gelaran Pemilu 2019 ini, MK berhasil menyelenggarakan sidang dengan lancar dan tanpa hambatan berarti untuk memutus sebanyak 261 perkara yang terdiri dari satu perkara sengketa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 250 perkara yang diajukan oleh Partai Politik, dan 10 perkara yang diajukan oleh Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sebanyak 58 perkara lanjut pemeriksaannya hingga proses pembuktian, sementara 202 perkara lainnya berhenti karena tidak memenuhi ketentuan hukum acara yang berlaku. “Yang terpenting, ketika memutus suatu perkara, hakim harus mendasarkan atas fakta yang terungkap di persidangan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Di akhir kuliahnya, Anwar berpesan kepada segenap civitas akademika UIN Malang supaya bisa menjadi pelita di tengah-tengah masyarakat dengan memberikan edukasi politik yang mencerahkan kepada masyarakat. Sebab, tugas utama sekaligus tanggung jawab akademisi di bidang hukum atau syariah, salah satunya, adalah untuk mencerdaskan masyarakat dalam memanfaatkan hak politiknya. (Yok BP/Wiwik BW/LA)