MABAR, HUMAS MK. Tugas dan kewenangan yang diemban Mahkamah Konstitusi (MK) adalah menjaga agar konstitusi betul-betul dapat dimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ajaran tentang konstitusionalisme, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, adalah spirit zaman. “Siapa yang melawan spirit zaman, dia akan tergilas oleh zaman.” Demikian disampaikan Wakil Ketua MK Aswanto dalam kegiatan Fokus Group Discussion (FGD) pada Sabtu (30/11/2019), di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT).
FGD dengan tema “Curah Pendapat Ahli/Akademisi dalam rangka Perubahan Peraturan Mahkamah Konstitusi dan Evaluasi Penanganan Perkara Pengujian Undang-Undang Tahun 2019” merupakan rangkaian kegiatan seminar nasional dan bedah buku yang digelar sehari sebelumnya, Jumat (29/11/2019) di Universitas Katolik Indonesia (UNIKA) St. Paulus Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Rangkaian kegiatan terselenggara atas kerja sama MK dengan Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) dan UNIKA St. Paulus Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Aswanto dalam sambutan penutupan rangkaian kegiatan juga menyatakan, menjaga konstitusi berarti menjaga perlindungan HAM, menjaga demokrasi. Salah satu hakikat demokrasi adalah keterbukaan. Dengan adanya keterbukaan, masyarakat mendapatkan informasi sehingga masyarakat ikut memikirkan kelangsungan hidup bangsa dan negaranya. Sumbangan pemikiran masyarakat tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk di dalam penegakan hukum.
“Masyarakat harus kita beri ruang untuk memikirkan persoalan bangsa dan negara. Tentu ruang untuk memikirkan persoalan bangsa dan negara itu tidak bisa maksimal kalu tidak diawali dengan keterbukaan Informasi,” terang Aswanto dalam FGD yang dihadiri oleh Wakil Ketua MK, Aswanto, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah, Panitera MK Muhidin, Ketua Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) Gede Narayana, Ketua Bidang Penelitian dan Dokumentasi KI Pusat Romanus Ndau Lendong. Hadir pula Wakil Bupati Mabar Maria Geong, Ketua DPRD Mabar Edistasius Endi, Wakil Ketua DPRD Mabar Darius Angkur, Ketua Bawaslu Mabar Simeon Sofan Sofian, para akademisi Universitas Katolik Indonesia (UNIKA) St. Paulus Ruteng, serta para tamu undangan lainnya.
Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam sambutannya menyatakan tujuan dilaksanakannya FGD untuk menyerap pemikiran-pemikiran para akademisi dan masyarakat dalam rangka penyempurnaan hukum acara MK dalam penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dan dalam perkara pengujian undang-undang (PUU). “Namun kali ini, difokuskan pada hukum acara pengujian undang-undang,” kata Guntur.
Selanjutnya Guntur melaporkan pelaksanaan rangkaian kegiatan yaitu penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara MK dengan KI Pusat. Kemudian penandatanganan MoU MK dengan UNIKA St. Paulus Ruteng yang merupakan pengembangkan kerja sama dengan perguruan tinggi. Guntur mengungkapkan sejumlah 70 perguruan tinggi telah bekerja sama dan tergabung dalam komunitas friend of the court MK (sahabat MK). “Terakhir kemarin adalah penandatanganan kerja sama dengan Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng,” ungkap Guntur.
Selain penandatanganan MoU dengan UNIKA St. Paulus Ruteng, juga digelar kegiatan seminar nasional dan bedah buku yang bertempat di UNIKA St. Paulus Ruteng. MK menerbitkan 24 buku karya Hakim Konstitusi dan para pegawai MK pada 2019. “Ibarat perguruan tinggi, Mahlamah Konstitusi juga punya komitmen menerbitkan buku-buku. Insyaallah tahun depan kami targetkan untuk menerbitkan 37 judul buku,” terang Guntur.
Kegiatan berikutnya, lanjut Guntur, yaitu FGD. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mendengarkan, menampung dan menerima masukan pemikiran yang bermanfaat bagi MK. “Pemikiran-pemikiran terbaik agar hukum acara Mahkamah Konstitusi semakin solid dan semakin sempurna,” papar Guntur.
Berkaitan dengan keterbukaan informasi publik, Guntur menegaskan sejak MK berdiri, MK sangat terbuka dan sejalan dengan keterbukaan informasi publik. “Kami di MK, sebelum publik meminta informasi, kami sudah menyediakannya,” tegas Guntur.
Sementara itu, Wakil Bupati Mabar Maria Geong menyampaikan permohonan maaf Bupati Mabar yang tidak dapat hadir dalam kesempatan ini karena sedang tugas dinas di Jakarta. Maria sangat mengapresisasi kegiatan yang digelar di Mabar ini. “Acara ini kami sangat banggakan dan merindukan, karena mendekatkan kami dengan Mahkamah Konstitusi,” kata Maria.
Maria memandang momen ini sangat penting terutama dalam program pengembangan pariwisata di Mabar. “Hal ini membuat kami lebih efisien dalam menggalakkan program pariwisata, karena Labuan Bajo akan semakin populer dari sisi pariwisata,” ungkapnya.
FGD kali ini menghadirkan lima pembicara, yakni Wakil Ketua MK Aswanto, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Ketua KI Pusat Gede Narayana, dan Ketua Bidang Penelitian dan Dokumentasi KI Pusat Romanus Ndau Lendong. Sebagai moderator adalah Panitera Muda II MK Triyono Edy Budhiarto.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam paparannya mengutip pernyataan Presiden RI pertama, Soekarno, yang menyatakan Indonesia seperti taman bunga yang indah. Oleh karena itu menurut Arief, Indonesia harus dikelola dengan baik dan benar. Arief menyebutkan tiga prinsip utama pengelolaan Indonesia yaitu teokrasi, demokrasi, dan nomokrasi. “Ini yang membedakan Indonesia dengan negara lain,” kata Arief.
Menurut Arief, setiap aspek kehidupan harus disinari dengan sinar ketuhanan. Namun hal ini belum dipraktikkan dengan baik dalam penyelenggaraan demokrasi. Begitu juga negara hukum juga belum sepenuhnya dilandasi sinar ketuhanan.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams memaparkan tugas penting bangsa Indonesia sejak merdeka yaitu menata dan mengonsolidasikan peraturan perundang-undangan yang berlaku sejak zaman kolonial belanda. “Masih sekitar 600 peraturan warisan zaman belanda yang masih berlaku,” kata Wahid.
Ketua KI Pusat Gede Narayana dalam paparannya menyatakan penyusunan rancangan undang-undang (RUU) harus melibatkan unsur masyarakat. “Masyarakat berhak mengatahui informasi yang dimiliki badan publik,” kata Narayana.
Salah seorang peserta FGD, Carolus Urgento, menyatakan apresiasinya terhadap kinerja MK. Menurutnya MK dan KPK adalah dua lembaga yang disegani karena memiliki kinerja yang sesuai dengan agenda besar reformasi. Ia menilai kinerja MK sejauh ini sudah maksimal. Ia juga mengapresiasi MK karena mendengarkan aspirasi dari publik dalam penyusunan hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. “Pada 2010 di NTT terdapat 9 kabupaten atau kota yang akan melangsungkan pilkada,” ungkapnya. (NRA).