JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan gabungan mahasiswa Fakultas Hukum berbagai perguruan tinggi di Indonesia akhirnya tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 57/PUU-XVII/2019, Kamis (28/11/2019).
Setelah Mahkamah membaca dengan saksama permohonan para Pemohon, ternyata Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang disebut oleh para Pemohon dalam posita dan petitum-nya sebagai Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak benar karena Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 adalah Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Dengan demikian permohonan para Pemohon berkenaan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menurut para Pemohon adalah Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan permohonan yang salah objek atau error in objecto,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih yang membacakan pendapat Mahkamah.
Selanjutnya, berkenaan dengan permohonan para Pemohon mengenai pengujian Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat (13) dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Mahkamah berpendapat oleh karena permohonan para Pemohon berkaitan dengan pengujian formil sebagaimana telah dipertimbangkan pada paragraf di atas bahwa Mahkamah telah berpendapat permohonan para Pemohon telah salah objek, maka terhadap permohonan pengujian Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat (13) dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Mahkamah menilai bahwa sesungguhnya permohonan Pemohon atas pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 secara substansi masih berhubungan dengan substansi permohonan yang telah dipertimbangkan dalam paragraf sebelumnya.
“Dengan demikian sebagai konsekuensi yuridisnya terhadap permohonan a quo, tidak ada relevansinya lagi untuk dipertimbangkan lebih lanjut. Lagipula Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 telah diubah dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2019, sehingga apabila para Pemohon hendak mengajukan pengujian Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat (13) dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 seharusnya dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Sebab kedua undang-undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan demikian pokok permohonan yang berkaitan dengan norma pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, oleh karena permohonan para Pemohon salah objek, maka permohonan para Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” tegas Enny. (Nano Tresna Arfana/LA)