BELANDA, HUMAS MKRI - Nilai-nilai hak asasi manusia khususnya hak ekonomi, sosial, dan budaya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari substansi UUD 1945 dan hal tersebut menjadi bagian penting bagi bangsa Indonesia sebagai suatu negara demokrasi konstitusi. Demikian disampaikan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam pemaparannya sebagai penceramah kunci dalam acara The Hague Conference 2019 yang dilaksanakan pada Kamis - Jumat (21-22/11/2019) di The Hague University, Belanda.
Dalam konferensi yang mengangkat tema “Economic, Social, and Cultural Right in An Age of Exit” ini, Hakim Palguna menjelaskan bahwa pencantuman hak ekonomi, sosial dan budaya dalam konstitusi Indonesia dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan didirikannya bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasca reformasi 1998, untuk menunjukkan betapa besar kepedulian bangsa Indonesia dalam memajukan hak asasi manusia khususnya hak ekonomi, sosial dan budaya, bangsa indonesia mencantumkan secara lebih rinci hak-hak asasi manusia dalam perubahan UUD 1945. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, hak atas hidup dan tumbuh, hak atas perlindungan dari upaya diskriminasi dan kekerasan serta hak atas pendidikan dasar merupakan beberapa contoh adanya perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya oleh UUD 1945.
Tidak hanya itu, lanjut Palguna, bahwa UUD 1945 juga memberikan kewajiban kepada negara untuk memenuhi hak konstitusional warga negara yang berkaitan dengan hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam hal ini misalnya, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan negara wajib membiayai pendidikan dasar tersebut. Selain itu, timbulnya kewajiban negara dalam mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi salah satu bagian bagaiamana bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia khususnya hak ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam paparannya, Palguna bertanya kepada peserta konferensi yang berasal dari berbagai negara tersebut, apakah hak-hak asasi tersebut dalam pelaksanannya dapat diterapkan atau hanya menjadi kumpulan pasal-pasal dalam konstitusi semata? Untuk itu, menurut Palguna harus ada suatu lembaga yang menyatakan bahwa apabila terdapat ketentuan UU yang bertentangan dengan konstitusi, maka UU tersebut harus dinyatakan inkonstitusional dan oleh karenanya tidak berlaku menurut hukum. Inilah yg terjadi di Indonesia pasca perubahan UUD 1945. Hadirnya Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah untuk menjaga dan memurnikan perlindungan hak asasi manusia yg terkandung dalam konstitusi. Sehingga apabila ada warga negara yg menggangap suatu UU bertentangan dengan UUD 1945, maka dapat dilakukan pengujian melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi.
Palguna mencontohkan pengujian UU Ketenagalistrikan. Ia menyampaikan ketentuan dalam UU Ketenagalistrikan mengandung konsep UNBUNDLING, negara tidak turut campur dalam pelaksanaannya. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa konsep negara tidak dapat turut campur dalam hal ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan dan menguasai hidup orang banyak (dalam hal ini ketenagalistrikan) seharusnya dikuasai negara sehingga negara tidak boleh abai dan tidak betanggung jawab atas hal tersebut.
Selain itu, Palguna menyampaikan pengujian terbaru dalam proses JUDICIAL POWER di Indonesia adalah pengujian UU Perkawinan. Dalam ketentuannya, UU tersebut memuat batas usia perkawinan bagi wanita minimal 16 tahun. Mahkamah menilai bahwa usia wanita 16 tahun seharusnya menikmati hak konstitusionalnya untuk memperoleh pendidikan, layanan kesehatan dan terhindar dari upaya diskriminasi dan kekerasan. Sehingga Mahkamah Konstitusi menyatakan ketentuan batas usia wanita 16 tahun untuk menikah adalah bertentangan dengan UUD 1945. Menindaklanjuti putusan ini, Pemerintah bersama dengan DPR memasukkan isu batas usia perkawinan menjadi agenda prolegnas untuk dilakukan perubahan dalam UU Perkawinan.
Menutup cermah kuncinya, Palguna menyatakan bahwa dengan adanya proses JUDICIAL REVIEW di Mahkamah Konstitusi semakin menguatkan bahwasanya Indonesia adalah negara demokrasi konstitusi yang sangat serius terhadap perlidungan hak asasi manusia dalam hal ini hak konstitusional warga negara. Karena untuk dapat dikatakan sebagai negara demokrasi konstitusi, syarat utama yang harus dipenuhi Indonesia adalah adanya pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. (Muchtar Hadi Saputra/LA)