JAKARTA, HUMAS MKRI - Untuk pertama kalinya, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima penghargaan Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2019 sebagai Badan Publik Informatif. Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menyerahkan langsung penghargaan dari Komisi Informasi Pusat (KIP) yang diserahkan kepada Wakil Ketua MK Aswanto pada Kamis (21/11/2019) di Istana Negara, Jakarta. "Selamat kepada lembaga yang meraih penghargaan Keterbukaan Informasi Badan Publik Tahun 2019," ujar Ma'ruf.
Dalam sambutannya, Ma'ruf menyampaikan kebutuhan informasi merupakan hal penting bagi publik karena dijamin oleh UUD 1945. Oleh karena itu, lanjutnya, memberikan informasi menjadi kewajiban bagi lembaga/kementerian sesuai dengan undang-undang yang berlaku, seperti UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Salah satu misi Pemerintah selama lima tahun mendatang untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif, dan percaya. Hal ini penting untuk keterbukaan informasi publik,” jelasnya.
Selain itu, Ma’ruf menjelaskan ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, yakni keterbukaan informasi public tidak hanya berkaitan dengan akses, namun konten informasi publik. Hal tersebut, jelasnya, agar tidak adanya misinformasi di masyarakat.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Gede Narayana menilai, meski jumlah badan publik yang informatif meningkat di 2019 jika dibanding tahun sebelumnya, namun jumlahnya masih belum signifikan. Terbukti jumlah badan publik yang masuk kategori “Tidak Informatif” mencapai 53,24 persen dari 355 BADAN PUBLIK yang di-monitoring dan evaluasi (monev) tahun 2019 ini. Berdasarkan hasil monev 2019, KIP menemukansebanyak 189 badan publik yang “Tidak Informatif”. Narayana berharap kepada semua pimpinan badan publik selaku atasan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) sebagai pelaksana pelayanan informasi kepada publik dapat menjadikan keterbukaan informasi sebagai budaya. “Jika pimpinan badan publik sudah menjadikan pelaksanaan keterbukaan informasi publik sebagai budaya maka otomatis mindset-nya selalu berupaya memberikan pelayanan informasi terbaik kepada publik,” kata Narayana.
Selanjutnya, Narayana memaparkan bahwa berdasarkan hasil monev yang masih mayoritas masih masuk kategori “Tidak Informatif”. Untuk itu, sambungnya, badan publik harus digarisbawahi pelaksanaan keterbukaan informasi di Indonesia masih jauh dari tujuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Kondisi ini harus menjadi tugas bersama dalam mendorong pelaksanaan keterbukaan informasi sebagai budaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Narayana juga menyadari masih banyaknya badan publik yang “Tidak Informatif” harus menjadikan KIP lebih giat mendorong pelaksanaan keterbukaan informasi di tanah air yang didukung komitmen kuat pemerintah. Tak hanya itu, jika diukur dari tingkat partisipasi badan publik pada monev kali ini, terdapat peningkatan dari tahun 2018 yang semula hanya 62,83 persen menjadi 74,37 persen. Hal tersebut terdiri dari 92,94 persen partisipasi badan publik PTN, 55,96 persen BUMN, 42,11 LNS, 78,26 LN-LPNK, 85,29 persen Pemerintah Provinsi, 100 persen Kementerian, dan 100 persen partisipasi badan publik partai politik. (Lulu Anjarsari)