JAKARTA, HUMAS MKRI - Panitera Mahkamah Konstitusi Muhidin secara resmi menutup Focus Group Discussion (FGD) “Pengelolaan E-Book dan Perpustakaan Digital di Mahkamah Konstitusi” pada Rabu (20/11/2019) siang di Jakarta.
“Hari ini kami mendapatkan informasi dari Bapak dan Ibu dari berbagai institusi yang bergerak di bidang perpustakaan. Ketika kami menangani perkara, banyak hal yang kami butuhkan. Bukan hanya Undang-Undang, namun juga aspek lainnya berupa buku. Karena permasalahan Konstitusi itu bukan hanya soal hukum,” jelas Muhidin kepada para pustakawan dari kementerian dan lembaga.
Muhidin mengatakan kegiatan FGD seperti ini agar terus ditingkatkan di tahun mendatang. Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan yang sangat bermanfaat. Literatur yang diperlukan Mahkamah Konstitusi sangat banyak.
“Ketika Mahkamah Konstitusi akan menjatuhkan putusan, ada jeda waktu sebelum sidang pengucapan putusan. Jeda itulah yang dipergunakan teman-teman dari Mahkamah Konstitusi untuk menyiapkan data dan informasi untuk sembilan Hakim Konstitusi sebagai bahan Rapat Permusyawaratan Hakim,” tegas Muhidin.
Lebih lanjut Muhidin mengungkapkan, Mahkamah Konstitusi (MK) bermitra dengan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia, yang direalisasikan dengan membangun video conference untuk persidangan jarak jauh. “Memang MK membutuhkan pihak-pihak sebagai friends of the court,” imbuh Muhidin. Hal lain, lanjut Muhidin, untuk registrasi perkara kini MK sudah menerapkan E-BRPK atau Buku Registrasi Perkara Konstitusi secara elektronik untuk mencatat permohonan yang sudah lengkap.
Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) “Pengelolaan E-Book dan Perpustakaan Digital di Mahkamah Konstitusi” yang berlangsung selama dua hari ini diisi dengan beragam materi dari para narasumber yang lama menggeluti dunia pustaka. Di antaranya ada Plt. Kepala Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan MK,Wiryanto menekankan pentingnya aspek supporting system di MK. Bahwa MK harus tanggap, merespons dan mengimbangi kebutuhan teknologi informasi dan komunikasi.
“Karena itulah perpustakaan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian integral dan supporting system MK, maka diarahkan sebagai perpustakaan yang berbasis teknologi baik dari sistem maupun infrastruktur,” ujar Wiryanto yang didampingi pustakawan MK, Hanindyo selaku moderator.
“Dalam rangka itulah, pada 2019 perpustakaan Mahkamah Konstitusi mulai mengembangkan pojok digital yang diharapkan selesai pada pertengahan Desember 2019. Selanjutnya pada 2020 akan dituntaskan pengembangan ruang perpustakaan yang representatif, ramah, responsif terhadap teknologi,” tambah Wiryanto.
Selain itu hadir Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional Joko Santoso yang menampilkan materi “Pengembangan Perpustakaan Digital Nasional di Era Disruptif”.
“Ketika kita bicara perpustakaan digital, kami memandang bagaimana menjangkau akses ke berbagai kemungkinan. Bahwa kemungkinan pertama, tidak semua orang tinggal di kota. Ada yang tinggal di pegunungan, hutan, dan lainnya yang secara legal memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan perpustakaan,” ungkap Joko.
Hal kedua, sambung Joko, tidak semua orang di Indonesia sehat selalu, terkadang mengalami hambatan secara fisiologis maupun psikologis. Mereka juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan perpustakaan. “Berangkat dari hal ini, kami memandang bahwa perpustakaan digital pada akhirnya bagaimana soal kita bisa menjangkau secara inklusif, yang tinggal jauh dan memiliki hambatan. Maka mereka harus dikunjungi,” ucap Joko.
Disampaikan Joko, Pasal 12 Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar. “Artinya, layanan perpustakaan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sama pentingnya seperti layanan lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya,” tegas Joko.
Berikutnya, ada narasumber Thian Wisnu Isnanto dari Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta yang menyajikan materi “Pengelolaan Koleksi Digital di Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta”.
Thian menerangkan, berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2018, pengguna internet Indonesia bertambah 10,12 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Secara total, pengguna internet mencapai 171,17 juta pengguna dari populasi 264,16 juta jiwa. Potensi inilah yang dilirik Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta untuk mengembangkan perpustakaan berbasis elektronik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, dimana setiap layanan perpustakaan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian perlu menyelenggarakan perpustakaan berbasis teknologi informasi elektronik. Maksud dan tujuannya,
untuk memperluas area layanan perpustakaan, memberikan kemudahan pemustaka dan memanfaatkan potensi pengguna internet dan medsos dalam mengembangkan minat baca masyarakat,” urai Thian.
Lain pula dengan narasumber Kepala Perpustakaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eka Meifirina Suminarsih dengan materi “Membangun Jejaring Perpustakaan Khusus Pemerintah Indonesia.” Eka menjelaskan pengembangan ICT di perpustakaan BPPT. “Perpustakaan kami sudah mengarah pada virtual library, untuk digitalisasi sudah kami lakukan sejak 2010. Kemudian cyber library sudah kami bangun,” kata Eka.
Eka juga menguraikan pengertian Perpustakaan Khusus Pemerintah menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007. “Perpustakaan Khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, ruma ibadah, atau organisasi lain.” Papar Eka.
Di samping itu, lanjut Eka, perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya dan memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya. Termasuk juga, perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
Suasana FGD “Pengelolaan E-Book dan Perpustakaan Digital di Mahkamah Konstitusi” makin marak dengan hadirnya narasumber Kepala Divisi Perpustakaan dan BI Institute Bank Indonesia, Shiddieq Adhityarahman yang menyajikan materi “Perpustakaan Bank Indonesia The Digital Transformation.” Kemudian ada juga Pustakawan Universitas NegeriYogyakarta, Wahyudiati yang membawakan materi “Manajemen Pengelolaan E-Book dan Perpustakaan Digital.”
(Nano Tresna Arfana/LA)