JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Senin (11/11/2019). Sidang perkara Nomor 60/PUU-XVII/2019 ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi yang terdiri atas Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (Ketua Panel), Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (masing-masing selaku Anggota Panel).
Sejatinya, agenda persidangan hari ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan. Namun ternyata Pemohon mencabut permohonannya. “Sebenarnya agenda persidangan kali ini adalah perbaikan permohonan. Tapi kami menerima surat dari kuasa hukum Pemohon yang bertanggal 11 November 2019 yang intinya bahwa Pemohon mencabut permohonan. Benar demikian?” tanya Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna kepada tim kuasa hukum Pemohon.
Y.B Christian Putro Soewandi salah seorang kuasa hukum Pemohon membenarkan hal tersebut. “Dengan demikian secara resmi Saudara mencabut permohonan dan itu menjadi hak Saudara. Sesuai dengan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, hal itu memang dimungkinkan,” tegas Palguna.
Sebelumnya, Andrias Lutfi Susiyanto dan Evan Waluyo Rostanadji selaku Pemohon menguji Pasal 109 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHAP karena berlakunya pasal-pasal tersebut tidak menjelaskan secara rinci tentang batas waktu penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Apabila batas waktu penyidikan telah selesai, maka secara hukum penyidik wajib menghentikan penyidikan.
Andrias Lutfi Susiyanto yang berprofesi sebagai guru swasta di SD Taman Harapan ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melanggar ketentuan Pasal 335 KUHAP. Kejadian tersebut bermula dari perdebatan antara tim kuasa hukum kepala sekolah yang lama dengan guru SD Taman Harapan, salah satunya Pemohon, yang berujung adu mulut sehingga mengakibatkan Pemohon dilaporkan ke Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polsek Klojen Kota Malang pada Januari 2018.
Namun, hingga saat ini berkas penyidikan tidak segera dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum. Pemohon menilai, hal tersebut menyebabkan tidak adanya kepastian hukum sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon.
Sementara Evan Waluyo Rostanadji yang bekerja di Toko Emas Amolongo, ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Mimika kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pada 19 Desember 2018. Pemohon telah ditahan salama 120 hari, tapi berkas penyidikan Pemohon tidak diserahkan kepada jaksa penuntut umum. Menurut Pemohon, hingga permohonan ini diajukan, Pemohon tidak mengetahui informasi atas perkembangan perkara tersebut sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang berakibat merugikan hak konstitusional Pemohon.
Oleh karena itu, dalam petitum-nya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena tidak mencantumkan serta menjelaskan secara rinci tentang batas waktu penyidikan yang dilakukan oleh penyidik.
(Nano Tresna Arfana/NRA).