BALI, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) mengadakan kursus singkat internasional pada Rabu dan Kamis (6-7/11/2019) di Nusa Dua, Bali. Kegiatan ini merupakan bagian rangkaian acara “The 3rd Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS 2019)” yang diadakan Senin-Kamis (5-7/11/2019). Acara ini diisi dan dihadiri oleh para akademisi dan praktisi hukum konstitusi dari berbagai negara antara lain Afganistan, Indonesia, Kamboja, Kamerun, Korea Selatan, Maladewa, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Rusia, Thailand, dan Timor Leste.
Pada sesi pertama di hari kedua kursus singkat internasional ini, Kamis (7/11), hadir tiga pemateri yaitu Wakil Sekretaris Jenderal dan juru bicara Constitutional Council Kerajaan Kamboja Dr. Prom Vichethakara, Pitaksin Sivaroot dari Mahkamah Konstitusi Kerajaan Thailand, dan Nyi Nyi Lwin dari Constitutional Tribunal Republik Persatuan Myanmar.
Pada kesempatan pertama Dr. Prom Vichethakara membahas peran MK (Constitutional Council) Kamboja dalam makalah yang berjudul “Constitutional Court and the Protection of Social and Economic Rights”. Membuka presentasinya, ia menyatakan bahwa setelah dua dekade perang saudara, Kamboja menikmati kedamaian dan stabilitas. Kamboja juga mulai mengakui hak asasi manusia (HAM) dalam Konstitusi 1993, yang menjabarkan hak sosial ekonomi warganya. Selain itu, Kamboja juga mengakui Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights, UDHR) yang tercantum dalam Piagam PBB.
MK Kamboja merupakan satu-satunya lembaga tinggi yang berwenang menyatakan bahwa undang-undang (UU) yang diadopsi oleh Dewan Nasional konstitusional atau inkonstitusional. Lembaga ini telah memainkan peran penting sejak didirikan pada 1998 dengan menguji konstitusionalitas UU. Pada 2016, MK Kamboja menguji UU Serikat Pekerja dan menyatakan UU tersebut konstitusional. UU tersebut mengatur kebebasan pekerja untuk berserikat tanpa diskriminasi gender, usia, dan kebangsaan. Pada 2016, MK Kamboja juga menguji UU Upah Minimum yang memajukan kehidupan yang layak, menciptakan lapangan kerja, menambah produktivitas pekerja, dan mendorong peningkatan peluang investasi.
Paparan kedua “The Constitutional Court of the Kingdom of Thailand and its Role in Economic and Social Rights Protection” dibawakan oleh Pitaksin Sivaroot. Ia menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi Thailand telah mengeluarkan beberapa putusan terkait perlindungan hak sosial ekonomi misalnya Putusan Nomor 15/2555 Tahun 2012 terkait diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas pada ujian kualifikasi pejabat peradilan. Dalam putusan tersebut, MK Thailand memutus bahwa ketentuan terkait kualifikasi pejabat peradilan yang menyatakan “memiliki atribut fisik atau mental yang tidak cocok untuk seorang pejabat pengadilan” inkonstitusional karena melanggar hak penyandang disabilitas untuk terlibat dalam pekerjaan atas dasar kesetaraan dengan orang lain pada umumnya, sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Pembicara ketiga, Nyi Nyi Lwin dari MK (Constitutional Tribunal) Myanmar mempresentasikan “Constitutional Jurisdiction and Protection of Socio-Economic Rights in Myanmar”. Nyi Nyi Lwin mengungkapkan bahwa MK Myanmar didirikan pada 2011 untuk menguji konstitusionalitas undang-undang yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh eksekutif. Lembaga ini tidak memiliki yurisdiksi untuk menangani pengaduan langsung oleh individu, tetapi menangani kasus yang diajukan oleh parlemen di tingkat pusat dan daerah. Melalui putusan MK Myanmar, peraturan daerah hak-hak sosial ekonomi dapat secara independen diberlakukan oleh parlemen di tingkat pusat dan daerah. (Yuniar Widiastuti/NRA).