BALI, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), I Dewa Gede Palguna, dan Hakim Dewan Konstitusi Polandia (The Constitutional Tribunal of the Republic of Poland), Justyn Piskorski, memberikan kuliah umum di Aula Fakultas Hukum Universitas Udayana, Rabu, (6/11). Kuliah umum yang dipandu oleh Bisariyadi (peneliti MK) selaku moderator ini mengangkat tema “Mahkamah Konstitusi dan Perlindungan Hak Sosial Ekonomi” (Constitutional Court and the Protection of Social and Economic Rights).
Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam kuliahnya menerangkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak sosial ekonomi warga negara, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. Bahkan pada 2008 MKRI pernah mengeluarkan putusan mengenai anggaran pendidikan yaitu sebesar dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Palguna, MK juga pernah memutus UU Ketenagakerjaan yang mengatur pernikahan pegawai dalam satu kantor. MK dalam putusannya menyatakan bahwa ketentuan larangan menikah dalam satu kantor bertentangan dengan konstitusi. Dalam kersempatan itu palguna juga menjelaskan UUD 1945 sebelum amendemen terlalu sederhana dan dapat ditafsirkan secara fleksibel oleh penguasa, sehingga pada kurun waktu 1999 hingga 2002 Indonesia melakukan amendemen terhadap UUD agar tidak multitafsir.
Pada sesi tanya jawab, Duta Besar Polandia untuk Indonesia, Beata Stoczynska, menanyakan mengenai apa yang menjadi dasar bagi Indonesia dalam menyusun konstitusi. Palguna menjelaskan bahwa yang menjadi jiwa dari konstitusi Indonesia tercantum dalam pembukaan UUD, dan secara ringkas terdapat dalam ideologi negara Pancasila.
Sementara Hakim Konstitusi Justyn Piskorski dalam kuliahnya menjelaskan bahwa sejak 1921 ketika masih mengadopsi Konstitusi Stalin, Polandia telah mengadopsi perlindungan hak sosial ekonomi bagi warga negara, yakni perlidungan terhadap hak buruh, perempuan, dan anak. “Dalam konstitusi tersebut negara juga telah menjamin hak pendidikan anak dan perawatan bagi orang tua,” kata Justyn.
Kemudian pada 1935 terjadi kembali terjadi perubahan Konstitusi Polandia. Dalam konstitusi hasil perubahan tersebut hak warga yang dijamin hanya hak untuk mendapatkan pendidikan.
Justyn menjelaskan, pada 1980-an terjadi gelombang protes anti-komunisme, yang menuntut perubahan konstitusi agar hak-hak warga dipulihkan, termasuk hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga hak individual warga negara lebih terjamin. Justyn menambahkan, dalam memberikan jaminan perlindungan hak sosial dan ekonomi warga negara, Dewan Konstitusi Polandia memiliki kewenangan untuk menangani pengaduan konstitusional (constitutional complaint).
Namun demikian, Justyn mengungkapkan, kewenangan tersebut membuat Dewan Konstitusi Polandia (The Constitutional Tribunal of the Republic of Poland) menjadi lebih sibuk. Selain itu, tidak semua warga mengajukan pengaduan konstitusional ke dewan konstitusi karena harus mengeluarkan biaya menyewa pengacara yang sangat mahal. Di samping itu juga, hanya sedikit dari pengaduan konstitusional yang diputus dapat diterima dan dikabulkan oleh Dewan Konstitusi Polandia. (Ilham/NRA).