BALI, HUMAS MKRI – Sejak awal pembentukan UUD 1945, para pendiri negara memiliki pandangan yang sama mengenai perlindungan hak sosial dan ekonomi. Gagasan perlindungan terhadap hak-hak tersebut tercantum dalam sila keempat Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Selain itu, gagasan tersebut terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan negara, yaitu “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Prinsip dan tujuan negara tersebut dijabarkan dalam Pasal 27, 31, 33, dan 34 UUD 1945.
Demikian papar Komisioner Komisi Yudisial Prof. Dr. Aidil Fitriciada Azhari dalam sesi ketiga kursus singkat internasional yang diadakan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada Rabu (6/11/2019) di Nusa Dua, Bali didampingi moderator Yogi Djatnika. Kegiatan kursus singkat internasional ini merupakan bagian rangkaian acara “The 3rd Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS 2019)” yang diadakan Senin-Kamis (5-7/11/2019). Acara ini diisi dan dihadiri oleh para akademisi dan praktisi hukum konstitusi dari berbagai negara.
Akan tetapi, ungkapnya, prinsip keadilan sosial dan perlindungan hak sosial dan ekonomi seperti dalam maksud asli (original intent) para pendiri bangsa, yang seharusnya menjadi struktur dasar konstitusi atau hal-hal dalam konstitusi yang tidak dapat diubah, pada akhirnya terlupakan. Hal ini ditunjukkkan dengan amendemen konstitusi 1999-2002 yang lebih tertuju pada struktur politis atau pemerintahan daripada aspek sosial ekonomi. Dalam empat amendemen UUD 1945, hanya terdapat satu struktur dasar (basic structure) konstitusi, yaitu bahwa bahwa bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat diubah.
Menghadapi masalah ini, MKRI memiliki peran penting dalam memberikan jaminan konstitusional terkait perlindungan hak sosial dan ekonomi. Beberapa putusan penting MK terkait hak-hak tersebut yaitu putusan mengenai UU Kelistrikan, UU Minyak dan Gas Bumi, dan UU Sumber Daya Air. Dalam ketiga putusan tersebut, MK menafsirkan bawa konstitusi menerima liberalisasi dan privatisasi terhadap sumber daya asalkan tidak menghilangkan kekuasaan negara dalam mengendalikan kegiatan ekonomi sesuai batasan Pasal 33 UUD 1945.
“Mahkamah Konstitusi sudah merumuskan lima aktivitas penguasaan dan kendali negara (atas kegiatan ekonomi), yaitu merumuskan kebijakan, administrasi, regulasi, manajemen, dan pengawasan,” ungkap Aidil. Masalahnya, MK tidak memberikan kepastian normatif apakah pasal 33 UUD 1945 tidak dapat diubah. Oleh karena itu, menanggapi salah satu pertanyaan yang diajukan peserta, Aidil melihat bahwa peran MK dapat menjadi lebih kuat dengan mengadopsi doktrin struktur dasar yang tidak termuat dalam UUD 1945 ke dalam putusan-putusannya, sesuai dengan ideologi Pancasila agar dapat mencapai maksud asli UUD yang dituju oleh para pendiri bangsa, yaitu keadilan sosial. (Yuniar Widiastuti)