BALI, HUMAS MKRI – Enam delegasi anggota Asosiasi Mahkamah Konstitusi Se-Asia dan institusi sejenis (Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions/AACC) bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan “The 3rdIndonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS 2019), Short Course and Call for Paper” yang digelar di Nusa Dua, Bali, Senin (04/11/2019). Keenam narasumber dimaksud yaitu Saldi Isra (Indonesia), Tan Sri Tengku Maimun bt Tuan Mat (Malaysia), Chhun Lim Im (Kamboja) Syed Mahmud Hossain (Banglades), Mohammad Qasim Hashimizai (Afganistas) Azmirlda Zahir (Maladewa). Bertindak sebagai moderator, Kairat Mami Abdrazakuly (Afganistan).
Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan makalah berjudul “The Role of the Indonesian Constitutional Court in Protecting Social and Economic Rights”. Saldi menegaskan secara normatif UUD 1945 sebagai konstitusi negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia (HAM), khususnya hak sosial dan ekonomi. Masuknya pasal tentang HAM terutama hak sosial dan ekonomi dalam UUD 1945 membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berkomitmen untuk mengakui dan menghormati HAM.
Sedangkan untuk memastikan pengakuan dan ratifikasi HAMini, lanjut Saldi, UUD 1945 memberi wewenang kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa konstitusionalitas undang-undang. Dengan wewenang ini, potensi pelanggaran HAM oleh undang-undang yang disahkan oleh negara dapat diminimalisir oleh pengadilan, dalam hal ini Mahkamah KonPeran MK RI dalam Melindungi Hak Sosial Ekonomistitusi.
Saldi menjelaskan, dalam menjalankan wewenangnya untuk memutuskan permohonan pengujian undang-undang terhadap 1945, sejak berdiri pada 2003 hingga Juli 2019, MK RI telah menerima 1.272 permohonan perkara pengujian UU. Sebanyak 1.258 perkara telah diputus, 261 di antaranya dikabulkan. Tak lupa Saldi menyebut beberapa putusan MK RI yang menyangkut perlindungan hak sosial dan ekonomi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Hal ini dapat dicermati dalam beberapa putusan, misalnya Putusan Nomor 15/PUU-XIV/2016, 026/PUU-III/2005, 70/PUU-IX/2011, 85/PUU-XI/2013, 27/PUU-IX/2011.
Sementara itu, Tan Sri Tengku Maimun bt Tuan Matmenyatakan, Malaysia tidak memiliki peradilan konstitusi yang secara khusus memberikan perhatian terhadap perlindungan hak-hak sosial ekonomi. Perlindungan terhadap hak-hak tersebut menjadi tanggung jawab berbagai tingkatan pengadilan tinggi yang ada di Malaysia.
Pengadilan di Malaysia menjalankan peran dan fungsinya ketika masalah sosial ekonomi berubah menjadi kasus pengadilan yang dapat ditindaklanjuti. Dengan kata lain, ketika seseorang merasa teraniaya, terlanggar haknya secara sosial atau ekonomi kemudian dia membawa hal tersebut ke ranah pengadilan sebagai benteng keadilan terakhir, maka pada saat itulah pengadilan menjalankan tugas konstitusionalnya untuk menegakkan hak asasi manusia.
Menurut Tan Sri Tengku Maimun, yang terpenting dalam melaksanakan tugas konstitusional yaitu adanya independensi peradilan dan integritas hakim. Hakim memutuskan kasus tanpa dibayangi rasa takut, tanpa tekanan dari dalam atau dari pihak luar sehingga perlindungan hak-hak sosial ekonomi benar-benar diwujudkan. (NRA).