JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota juncto Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
Sidang perkara Nomor 63/PUU-XVII/2019 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini diajukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu-isu peraturan daerah, Parliament Responsive Forum (PAMOR), Rabu (30/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Kepada Panel Hakim Konstitusi yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Pemohon melalui salah satu kuasa hukumnya, Husen Bafadal, pemohon mengajukan pengujian materiil Pasal 1 angka 17, Pasal 23 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 30 huruf c, serta Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3) UU Pilkada.
Menurut Husen, UU Pilkada harus memiliki kepastian untuk menopang tumbuh dan berkembangnya budaya politik yang demokratis. Berdasar kajian yang dilakukan, Husen menerangkan, pemohon menemukan sejumlah norma yang menghambat pelaksanaan pilkada yang demokratis.
Lebih lanjut, kuasa hukum pemohon lainnya, Rusdi Sanmas, menjelaskan bahwa pasal yang mengatur panitia pengawas (panwas) sebagaimana diatur dalam UU Pilkada, berbeda pengaturannya dengan ketentuan yang terdapat dalam UU Pemilihan Umum (UU Pemilu). Meski kedua UU tersebut berbeda, pemohon menilai keduanya memiliki keterkaitan.
Mengenai kewenangan panwas untuk menangani temuan dan laporan pelanggaran yang tidak mengandung unsur tindak pidana, kuasa hukum Pemohon lainnya, Ode Zulkarnain S. Tihurua mengatakan bahwa prosedur penyelesaian sengketa atau temuan oleh badan pengawas pemilihan umum (bawaslu) berdasar teori dan doktrin hukum menyebabkan pengurangan terjadinya jaminan perlindungan dan kepastian hukum terhadap Pemohon. Dengan demikian, frasa “temuan” dalam Pasal 30 huruf c harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
Dengan argumentasi itu pemohon meminta kepada MK untuk mengabulkan permohonan pemohon. Kemudian menyatakan pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai dalam bagian tuntutan (petitum) permohonan.
Terhadap permohonan itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang memimpin jalannya sidang memberikan nasihat bahwa salah satu pasal yang dimohonkan oleh pemohon saat ini sedang diuji oleh pemohon lainnya. Selain itu, Arief juga meminta kepada pemohon untuk memasukkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PAMOR sebagai alat bukti untuk menunjukkan kedudukan hukum Pemohon. Arief juga menginformasikan kepada pemohon, bahwa ketentuan mengenai kedudukan bawaslu kabupaten/kota serta panwas saat ini tengah diperiksa oleh MK dalam perkara pengujian yang lain.
Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam nasihatnya mengatakan Pemohon harus membuktikan ada hubungan sebab akibat antara norma yang diuji dengan kedudukan hukum Pemohon, dan dapat menjelaskan hak konstitusional apa yang dirugikan akibat berlakunya dari pasal yang diuji tersebut. Menurut Saldi, AD/ART organisasi dapat menunjukkan siapa yang berhak bertindak dalam proses hukum. Lebih lanjut, Saldi menilai dalam AD/ART PAMOR tidak secara eksplisit bergerak dalam bidang pemilu, justru PAMOR lebih banyak bergerak pada bidang pendampingan, pengawasan dan evaluasi. Menurut Saldi, hal ini penting untuk menunjukkan keterkaitan antara norma yang diuji dengan kerugian konstitusional pemohon, baik secara potensial mau pun kerugian faktual.
Saldi juga meminta kepada pemohon untuk menjelaskan norma yang diuji tersebut bertentangan dengan pasal berapa dalam undang-undang dasar, dan harus diuraikan satu persatu bagaimana argumentasinya bagaimana pertentangan konstitusional itu. Selanjutnya Saldi juga mengingatkan bagaimana nanti bawaslu memeriksa laporan dan temuan jika ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan nasihat, seharusnya pemohon dapat menjelaskan latar belakang pemohon sehingga dapat memperkuat kedudukan hukum pemohon untuk mengajukan permohonan ini. Suhartoyo dalam nasihatnya melihat pada satu sisi pemohon mempersoalkan kewenangan panwas dalam menangani temuan, namun di sisi lain, pemohon meminta kepada MK agar kewenangan panwas diperkuat seperti kewenangan bawaslu. Pemohon juga diminta oleh Suhartoyo untuk dapat menjelaskan perbedaan antara pemilu dan pilkada sehingga membawa dampak seperti ini, selain itu pemohon diminta untuk memperkuat bagian alasan permohonan. (Ilham/NRA)