JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri pada Rabu (30/10/2019) di Ruang SIdang Pleno MK. Sidang perkara yang teregistrasi dengan Nomor 65/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Achdiat Adiwinata.
Pemohon dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan bahwa Pemohon merasa dirugikan dengan penerapan Pasal 842 KUH Perdata dan atau Yurisprudensi Nomor 391 K/Sip/1969, Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 75/1472/Perd./PT.Bdg dan Pelepaaan hak atas tanah yang kemudian dibuat Sertipikat HGB atas nama PT. Iman Murni Abadi Nurani, Sertipikat HGB dan Sertifikat Hak Milik yang dibuat di atas tanah Adiwinata bin Moersan Persil 110, oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung.
Achdiat menjelaskan kalau ia belum dapat menerima Putusan PN Bandung, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung, dan Putusan Mahkamah Agung karena Pengadilan Negeri Bandung tersebut karena menerapkan dasar hukum yang tidak jelas. Pasalnya, pada pertimbangan putusan tersebut hanya menekankan surat Kepala SD Nilem II bahwa Tardiah lahir tahun 1947, padahal keterangan tersebut cacat hukum karena tulisan Atma Widjaja ditulis dan tidak berdasarkan hukum. Sehingga, Pemohon menilai, perubahan keterangan tersebut sangat meragukan.
“Dengan adanya putusan pengadilan umum setelah ada Putusan Pengadilan Agama, menjadi tumpang tindih dan berebut kewenangan,” ujar Achdiat.
Kemudian, dia mengatakan. berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final antara lain untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar dan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannnya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Menurutnya, dalam menguji undang-undang, menguji undang-undang yang dipergunakan secara tidak langsung. Namun, diambil sebagai pokok perkara, dan atau secara kausalitas timbal balik pokok perkara dari undang-undang dan atau peraturan lainnya, yaitu Putusan Peradilan Umum dan Putusan Badan Pertanahan baik dalam pengujian undang-undang maupun dalam sengketa kewenangan. Maka, berdasarkan pasal tersebut, Pemohon mengajukan kepada MK untuk memutuskan sengketa dengan membatalkan Putusan Pengadilan Umum.
Selain itu, Pemohon menilai, Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Tinggi Bandung dan Mahkamah Agung tidak berwenang memeriksa dan mengadili keahliwarisan dan kewarisan peninggalan (Almarhum) Adiwinata Bin Moersan disebut juga Totong Adiwinata (Totong nama kecil/panggilan) dan (Almarhum) Soemarni, dimana Tardiah berkeinginan untuk dimasukan sebagai ahliwaris Adiwinata bin Moersan/Totong Adiwinata yang mengaku sebagai anak Atma Widjaja Anang Sobandi. Seharusnya, wewenang mengadili Perkawinan, Kewarisan, wasiat dan hibah adalah wewenang Pengadilan Agama.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan bahwa pemohon perlu menjelaskan hak konstitusional para pemohon yang dirugikan dengan berlakunya UU tersebut serta menjelaskan kedudukan hukum pemohon. “Di mana hak konstitusional yang dirugikan oleh Undang-Undang yang diujikan, kemudian alasan permohonan harus diperjelas sehingga bisa menyakinkan hakim kalau ini ada pertentangannya,” ujar Arief Hidayat. Arief Hidayat juga meminta pemohon untuk membaca putusan-putusan terdahulu yang ada di Mahakamah Konstitusi untuk dijadikan referensi permohonan.
Hal yang sama dikatakan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Palguna juga menasihati Pemohon untuk menjelaskan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. “Uraian tentang kedudukan hukum ini penting, kalo bapak tidak menguraikannya maka kami tidak memeriksa pokok permohonan,” ujar Palguna. Selain itu, pada alasan permohonan, Pemohon perlu menguraikan argumentasi pemohon.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyarankan agar pemohon memperbaiki permohonannya. Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Batas akhir perbaikan permohonan adalah pada Selasa, 12 November 2019 pada pukul 10.00 WIB. (Utami/NRA).