JAKARTA, HUMAS MKRI - Sejumlah politisi muda yang hendak berpartisipasi dalam pemilhan kepala daerah (pilkada) pada 2020 mendatang, memperbaiki permohonan uji aturan batas usia ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (29/10/2019) siang. Politisi muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yakni Tsamara Amani, Faldo Maldini dan Dara Adinda Kesuma Nasution beserta politisi muda Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Cakra Yudi Putra tercatat sebagai Pemohon perkara Nomor 58/PUU-XVII/2019.
Dalam persidangan, para pemohon yang diwakili oleh Rian Ernest mengatakan pihaknya telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada persidangan sebelumnya. Para pemohon telah memperbaiki dengan memasukkan penjelasan mengenai para pemohon, yakni Faldo Maldini sebagai pemohon 1, Tsamara Amani sebagai pemohon 2, Dara Adinda Kesuma Nasution sebagai pemohon 3 serta Cakra Yudi Putra sebagai pemohon 4. Selanjutnya, dia menegaskan bahwa pihaknya juga menambahkan catatan kaki pada permohonannya untuk memberi penjelasan soal frasa calon wakil gubernur, calon wakil bupati dan calon wakil walikota yang dimasukkan di dalam UU Pilkada dan perubahannya.
Kemudian, di halaman 7 pada permohonannya, pihaknya mempertegas legal standing para pemohon. Dia mengatakan bahwa pemohon memiliki aspirasi untuk berpartisipasi dalam pilkada yang akan dilaksanakan pada tahun 2020 dan tahun 2022. Pemohon 1 Faldo Maldini, merupakan politisi partai PSI. Faldo pada saat ini telah melakukan persiapan untuk maju menjadi gubernur provinsi Sumatera Barat pada 2020. “Pemohon 1 telah melakukan pidato politik perdana pada hari minggu 27 Oktober 2019 di Hotel Pangeran Beach Padang,” ujar Ernest dihadapan Hakim Konstitusi Saldi Isra selaku Ketua Panel Hakim.
Berikutnya, Pemohon 2 atas nama Tsamara Amani pada saat ini telah melakukan persiapan untuk maju sebagai gubernur DKI Jakarta pada tahun 2020. Tsamara pada masa kampanye Pemilu Legislatif 2019 lalu, telah maju sebagai calon legislatif di dapil 2 yang mencakup DKI Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri.
Sedangkan Pemohon 3 atas nama Dara Adinda Kesuma Nasution pada saat ini sedang melakukan persiapan untuk maju sebagai calon walikota Pematang Siantar, Sumatera Utara pada 2020. Sementara Pemohon 4, Cakra Yudi Putra pada saat ini sedang melakukan persiapan untuk maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada 2022. Pemohon 4 juga pada saat pileg lalu telah maju caleg di dapil DKI Jakarta 2.
Menurut Ernest, pokok objek permohonan telah menghalangi hak konstitusional para pemohon untuk menjadi gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota. Sehingga, dia memasukkan tanggal penetapan calon, hal itu karena prasyarat batas usia akan dinilai di tanggal penetapan calon. Para pemohon berpandangan bahwa prasyarat usia sebagai calon kepala daerah di dalam objek permohonan sejalan dengan prasyarat bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta usia cakap hukum yang diatur Kitab Undang-Undang Perdata yakni usia 21 tahun akan menjadi batasan yang wajar dan tidak lagi menjadi diskriminatif serta sejajar dengan norma hukum yang selama ini berlaku.
“Berikutnya, saya tambahkan revisi di halaman 11 di alinea 1 yakni, sejalan dengan penjelasan para pemohon dengan alinea diatas, para pemohon merupakan warga negara Indonesia dewasa yang memiliki kemampuan dan motivasi yang tulus untuk melayani masyarakat. Adanya objek permohonan yang diskriminatif terhadap usia telah menghalangi hak Pemohon untuk turut serta dalam pemerintahan melalui pilkada yang sah secara prinsip hak asasi manusia, usia tidak boleh didiskriminasi,” ujar Ernest.
Lebih lanjut, para Pemohon juga memperbaiki bagian petitum. Dalam petitum, para pemohon memohon kepada MK agar menerima dan memutus permohonan dalam provisi untuk menjaga kepentingan para Pemohon, khususnya Pemohon 1 dan Pemohon 3 menyongsong Pilkada 2020 yang mana penetapan calonnya adalah tanggal 8 Juli 2020 dan menjaga kepastian hukum, maka para pemohon memohon agar kiranya MK mempercepat proses pemeriksaan dan segera memutus permohonan ini. Sementara dalam pokok perkara, para Pemohon meminta kepada MK untuk menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Selain itu, meminta MK agar menyatakan bahwa materi pasal 7 ayat 2 huruf e UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang yang terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, bertentangan dengan UUD 1945 atau conditionally constitutional (konstitusional bersyarat) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 21 tahun untuk calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota dan calon wakil walikota”. “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia atau apabila Majelis Hakim MK berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya,” demikian disampaikan oleh Ernest dalam sidang perbaikan.
Batas Usia Kepala Daerah
Sebelumnya, Para Pemohon mendalilkan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang yang terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 7 ayat (2) huruf e menyatakan, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ... e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
Para Pemohon merasa dihalangi untuk mengikuti pemilihan umum 'secara demokratis'. Menurut para Pemohon, adanya batas usia dalam Pasal 7 ayat (1) UU Pilkada telah mereduksi sifat pemilihan yang demokratis. Para Pemohon menilai pasal tersebut berakibat adanya golongan muda yang tersingkirkan dari kontestasi politik dan rakyat sendiri tidak dapat bebas memilih kandidat-kandidat dari golongan muda. Selain itu, pasal tersebut menghalangi hak para Pemohon yang merupakan Warga Negara Indonesia dewasa yang memiliki kemampuan dan motivasi pribadi yang tulus untuk melayani masyarakat, untuk turut serta dalam pemerintahan melalui Pilkada yang sah. Sehingga, dengan adanya objek permohonan, bisa ditafsirkan bahwa seolah-olah golongan muda dibawah umur 25 tahun dipastikan tidak mampu memimpin sebaik golongan dari usia yang lebih tua.
Kemudian, menurut para pemohon, Pasal 7 ayat (1) UU Pilkada tidak konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya yang mengatur batas usia dewasanya seseorang. Padahal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah mengatur syarat seseorang bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota adalah 21 tahun. Begitupun Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa setelah umur 21 tahun dianggap sudah dewasa.
Selain itu, menurut para Pemohon, Pasal 28J UUD 1945 memang memuat soal pembatasan dari hak warga negara dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Namun para Pemohon yakin bahwa pembatasan usia sebagai calon gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan/atau wakil walikota, tidak bisa dikategorikan ke dalam satupun alasan-alasan di atas. Para Pemohon pun menyadari bahwa setiap jabatan publik itu menuntut syarat kepercayaan masyarakat.
Lebih lanjut, hak para Pemohon tersebut sejalan dengan prinsip dalam Universal Declaration of Human Rights pada Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan, “Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintah negerinya sendiri, baik secara langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas”. Serta Pasal 21 ayat (2) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya”. (Utami/NRA)