JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Senin (28/10/2019). Sidang perkara yang teregistrasi dengan Nomor 60/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Andrias Lutfi Susiyanto dan Evan Waluyo Rostanadji.
Para Pemohon menguji Pasal 109 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHAP karena berlakunya pasal-pasal tersebut tidak menjelaskan secara rinci tentang batas waktu penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. “Apabila batas waktu penyidikan telah selesai, maka secara hukum penyidik wajib menghentikan penyidikan,” ujar kuasa hukum Pemohon, Yassiro Ardhana Rahman.
Dituturka Yassiro, Andrias Lutfi Susiyanto yang berprofesi sebagai guru swasta di SD Taman Harapan ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melanggar ketentuan Pasal 335 KUHAP. Kejadian tersebut bermula dari perdebatan antara tim kuasa hukum kepala sekolah yang lama dengan guru SD Taman Harapan, salah satunya Pemohon, yang berujung adu mulut sehingga mengakibatkan Pemohon dilaporkan ke Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polsek Klojen Kota Malang pada Januari 2018.
“Namun, hingga saat ini berkas penyidikan tidak segera dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum. Pemohon menilai, hal tersebut menyebabkan tidak adanya kepastian hukum sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon,” ucap Yassiro.
Sementara Evan Waluyo Rostanadji yang bekerja di Toko Emas Amolongo, ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Mimika kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pada 19 Desember 2018. Pemohon telah ditahan salama 120 hari, tapi berkas penyidikan Pemohon tidak diserahkan kepada jaksa penuntut umum. Menurut Pemohon, hingga permohonan ini diajukan, Pemohon tidak mengetahui informasi atas perkembangan perkara tersebut sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang berakibat merugikan hak konstitusi Pemohon.
Oleh karena itu, dalam petitum-nya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena tidak mencantumkan serta menjelaskan secara rinci tentang batas waktu penyidikan yang dilakukan oleh penyidik.
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna selaku Ketua Pleno menasehati agar para Pemohon mempelajari putusan-putusan MK berkaitan dengan substansi yang diuji. “Mohon diperiksa, kalau tidak salah ketentuan ini sudah pernah diuji di MK. Saudara perlu lihat untuk membuat argumentasi sehingga permohonan Saudara tidak sia-sia,” kata Palguna.
Kemudian untuk Kewenangan Mahkamah, lanjut Palguna, para Pemohon tidak perlu berpanjang-panjang dan berbelit-belit dalam menyampaikannya. “Dibuat sederhana saja. Termasuk kedudukan hukum, penting diuraikan tapi tidak perlu berbelit-belit. Cukup dijelaskan apa status Pemohon, dalam hal ini sebagai perorangan warga negara Indonesia. Kemudian Saudara jelaskan hak konstitusional Saudara yang dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang yang diujikan,” urai Palguna.
Sementara itu Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga mengingatkan pasal-pasal tersebut pernah diuji dan diputus MK. “Saudara mau menguji yang mana lagi, perlu diuraikan keterkaitannya dengan seluruh putusan MK,” ujar Enny. (Nano Tresna Arfana/NRA).