JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Provinsi Papua) yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (28/10/2019). Perkara ini dimohonkan oleh Ketua dan Sekjen Partai Papua Bersatu, Krisman Dedi Awi Janui Fonataba dan Darius Nawipa. Keduanya menguji frasa “Partai Politik” pada Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang a quo yang menyebutkan, “Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik”.
Sejatinya, agenda sidang perkara yang teregistrasi Nomor 41/PUU-XVII/2019 ini adalah mendengarkan keterangan Ahli Pemohon. Namun, dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK ini, pihak pemohon menyatakan bahwa ahli belum siap memberikan keterangan ahlinya sehingga memohonkan agar sidang ditunda. “Maka sidang ditunda pada Rabu, 13 November 2019 pukul 11.00 WIB dengan agenda yang sama, yakni mendengarkan keterangan Ahli Pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon menyampaikan sejumlah alasan permohonan. Kerugian konstitusional yang dialami Permohon bermula pada kasus konkret yang dihadapinya yaitu ditolaknya partai politik Pemohon untuk berpartisipasi dalam Pemilu Legislatif Tahun 2019 oleh KPU Provinsi Papua dan telah dibatalkannya Keputusan Pengesahan Partai Papua Bersatu sebagai badan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM.
“Alasan penolakan KPU Provinsi Papua untuk melakukan verifikasi karena belum adanya ketentuan hukum yang secara tegas mengatur keberadaan partai politik lokal di Provinsi Papua. Pendirian Partai Papua Bersatu merupakan wujud dari hak asasi warga negara yang dilindungi oleh konstitusi yaitu kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat, karenanya wajib diberi ruang oleh peraturan perundang-undangan dibawahnya, termasuk Undang-Undang Otonomi Khusus Papua,” kata kuasa hukum Pemohon, Habel Rumbiak.
Dijelaskan Pemohon, awalnya dalam Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, maksud Pasal 28 ayat (1) adalah untuk memproteksi penduduk lokal di Papua agar selalu terwakili pada lembaga legislatif di daerah Provinsi Papua. Karena Provinsi Papua pada akhirnya diberlakukan otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua tersebut, menurut Pemohon, partai politik dimaksud adalah partai politik lokal. Selain karena basis dukungannya semata-mata di wilayah Provinsi Papua, utamanya adalah landasan hukumnya bersifat khusus sesuai dengan prinsip hukum lex specialis derogat legi generalis. (Utami/LA)