MAKASSAR, HUMAS MKRI – “Orang yang berada di birokrasi biasanya sangat sibuk dan tidak sempat menulis. Kalau orang sibuk masih bisa menulis itu pasti luar biasa, seperti almarhum Baharuddin Lopa.” Demikian disampaikan Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam pengantarnya pada acara bedah buku yang bertema “Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi”, Jum’at, (25/10), di Aula Prof. Dr. Baharuddin Lopa, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. Saldi menambahkan, dirinya banyak mengenal sosok Baharuddin Lopa dari karya-karya tulisnya.
Menurut Saldi, menulis adalah kebutuhan mendasar di lembaga seperti MK karena wujud di ujung hasil kerja MK adalah tulisan putusan, yang bisa menjadi sumber bacaan untuk ditanggapi dalam tulisan yang lain. Saldi mengatakan bahwa untuk menulis sudah pasti harus membaca. Namun tradisi membaca dinilainya tidak lagi menjadi tradisi di kalangan mahasiswa fakultas hukum, “Atau memang ada yang salah dalam proses mengajar. Kita terlalu banyak membaca teori tapi tidak membaca putusan MK yang bisa menjadi hukum baru,” kata Guru Besar Hukum Universitas Andalas itu.
Saldi menambahkan, buku-buku yang diluncurkan oleh mantan Hakim Konstitusi, para Hakim Konstitusi serta para pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK sebenarnya adalah pandangan internal atau pun orang yang pernah berada dalam internal MK terhadap sebuah isu atau pun perkara yang pernah diputus. Apa yang tertuang dalam 25 buku yang dibedah ini, menurutnya, bisa menjadi bahan perdebatan di luar MK sehingga bisa mendorong kalangan luar untuk memberikan pendapat terhadap buku-buku tersebut, atau bahkan menuliskan pendapatnya dalam buku yang lain.
Saldi menjelaskan, para Hakim Konstitusi juga membutuhkan input dari masyarakat dalam hal hukum konstitusi. Saldi menontohkan kasus Marbury melawan Madison yang diputus Mahkamah Agung Amerika Serikat sudah ditulis dalam lebih dari 30.000 tulisan. Menurutnya, putusan MK dalam hal kolom kosong yang terjadi di Pilkada Kota Makassar seharusnya bisa menjadi bahan thesis, desertasi, atau pun skripsi.
Dalam kesempatan itu, enam buku yang dibahas adalah Hukum Internasional Ruang Angkasa karya Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Hukum Tata Niaga Pertanian karya Sekertaris Jenderal MK M Guntur Hamzah, Etik Hakim Konstitusi karya Wiryanto, Hak Ingkar Hakim Konstitusi karya Syamsudin Noer, Sengketa Pilkada karya Hani Adhani, dan Penghayat Kepercayaan karya Winda Wijayanti.
Dalam kesempatan yang sama, juga berlangsung kompetisi debat konstitusi serta kompetisi peradilan semu. Universitas Trunojoyo berhasil meraih juara satu sekaligus menyabet pembicara terbaik kompetisi debat konstitusi yang diikuti oleh 13 perguruan tinggi. Sementara peradilan semu konstitusi yang diikuti oleh tiga perguruan tinggi berhasil dimenangkan Universitas Halu Oleo. (Ilham/NRA)