JAKARTA, HUMAS MKRI – Sebanyak 30 Siswa Kelas 7 dan 8 Homeschooling Kak Seto, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (24/10/2019). Tujuan kedatangan mereka guna mengenal lebih jauh mengenai MK secara kelembagaan, sekaligus praktik mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Peneliti MK, Irfan Nur Rachman menerima kunjungan tersebut di Aula Gedung MK. Irfan mengawali pemaparannya dengan mengenalkan posisinya selaku peneliti di MK yang melekat pada hakim konstitusi.
Selanjutnya, Irfan menjelaskan mengenai perbedaan antara Mahkamah Agung (MA) dengan MK serta kewenangan dan kewajiban MK. MK mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan MA. MK dan MA sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman yang merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah dan lembaga permusyawaratan-perwakilan. Kedua mahkamah ini sama-sama berkedudukan hukum di Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia. Hanya struktur kedua organ kekuasaan kehakiman ini terpisah dan berbeda sama sekali satu sama lain. MK sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir tidak mempunyai struktur organisasi sebesar MA yang merupakan puncak sistem peradilan yang strukturnya bertingkat secara vertikal dan secara horizontal mencakup lima lingkungan peradilan, yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha negara, lingkungan peradilan agama, dan lingkungan peradilan militer.
Meskipun tidak secara persis, MA dapat digambarkan sebagai puncak peradilan yang berkaitan dengan tuntutan perjuangan keadilan bagi orang per-orang ataupun subjek hukum lainnya. Sedangkan MK tidak berurusan dengan orang per-orang, melainkan dengan kepentingan umum yang lebih luas. Perkara-perkara yang diadili di MK pada umumnya menyangkut persoalan- persoalan kelembagaan negara atau institusi politik yang menyangkut kepentingan umum yang luas ataupun berkenaan dengan pengujian terhadap norma-norma hukum yang bersifat umum dan abstrak.
Irfan menegaskan bahwa MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment).
Kemudian, lanjut Irfan, Hakim Konstitusi harus bernegarawan. Jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu jabatan yang syarat-syaratnya diatur dalam UUD 1945. Salah satu syarat yang ditegaskan dalam UUD 1945, seorang Hakim Konstitusi adalah seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. “Syarat negarawan ini tidak ditentukan untuk jabatan kenegaraan lain dalam UUD 1945 sehingga memiliki makna tersendiri apabila dikaitkan dengan wewenang Mahkamah Konstitusi. Negarawan juga dapat diartikan sebagai sosok yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun,” ujar Irfan di hadapan para siswa.
Selain mendengarkan penjelasan tentang Mahkamah Konstitusi, para siswa juga diajak untuk melihat-lihat museum Mahkamah Konstitusi di Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon). Di Puskon para siswa mendapatkan informasi dan gambaran yang lebih lengkap mengenai sejarah hukum dan konstitusi. (Utami/NRA)