SENTUL, HUMAS MKRI - Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Tokoh-Tokoh Organisasi Lintas Agama yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) diisi dengan beragama materi yang disampaikan narasumber. Hakim Konstitusi Saldi Isra memaparkan materi “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang”.
“Jika orang mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang ke MK, Pemohon tidak dari awal bertemu dengan Hakim MK. Namun Pemohon menemui orang di bagian registrasi perkara. Setelah itu masuk ke kepaniteraan, diperiksa dulu kelengkapan syarat permohonan Misalnya melampirkan Undang-Undang Dasar, KTP, Undang-Undang yang diuji dan lainnya. Kalau memberi kuasa hukum kepada advokat, apakah ada surat kuasanya,” kata Saldi kepada 100 peserta yang hadir pada Rabu (23/10/2019) sore.
Saldi menjelaskan, mendaftarkan permohonan berperkara ke MK dapat dengan dua cara. Pertama, dengan cara manual, Pemohon datang langsung dengan membawa hardcopy. Kedua, bisa dengan cara online. Pengujian Undang-Undang dilakukan bila ada hak konstitusional Pemohon yang dirugikan oleh Undang-Undang yang diuji.
“Kerugian harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran wajar dapat dipastikan akan terjadi,” ungkap Saldi. Selain itu, ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan.
Setelah persyaratan permohonan pengujian Undang-Undang dinilai lengkap oleh MK, maka Pemohon tinggal menunggu panggilan MK untuk bersidang di MK. Sidang dimulai dengan pemeriksaan pendahuluan, Pemohon mendalilkan permasalahan yang diuji dan mengajukan petitum. Hakim konstitusi wajib memberikan nasihat kepada Pemohon terkait permohonan. Beberapa hari kemudian digelar sidang perbaikan permohonan.
Sesudah itu, agenda sidang berikutnya adalah pembuktian dari Ahli, Saksi, Termohon, Terkait yang menyampaikan keterangan. Ada pihak Pemerintah, DPR, Ahli bidang tertentu dihadirkan dalam persidangan. Selesai sidang pembuktian, maka digelar sidang pengucapan putusan setelah melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Putusan MK ada yang diterima, ditolak dan dikabulkan.
Pentingnya Konstitusi
Sementara itu, Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva menyajikan materi “Perkembangan Dinamika Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia”. Dikatakan Hamdan, Konstitusi adalah hukum dalam bernegara, sumber hukum tertinggi, sumber dari segala sumber hukum, sumber dari segala kewenangan lembaga-lembaga negara dan sumber yang membentuk lembaga-lembaga negara. Tidak ada lembaga negara tanpa landasan Konstitusi.
Di samping itu, sambung Hamdan, Konstitusi merupakan kristalisasi dari kehendak rakyat yang diadopsi dalam teks tertulis atau dipraktikkan secara terus menerus. “Konstitusi dapat berupa teks tertulis seperti Undang-Undang Dasar atau yang dipraktikkan secara terus menerus dan jadi hukum yang mengikat negara dalam menyelenggarakan pemerintahan,” tegas Hamdan.
Selain Konstitusi, ungkap Hamdan, di Indonesia ada Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara. “Dasar kita bernegara adalah Pancasila. Setiap saat kita boleh bergerak ke kiri dan kanan, tapi tidak boleh keluar dari filosofi Pancasila. Undang-Undang Dasar boleh berubah, bergerak sesuai dengan dinamika kemasyarakatan. Tapi landasan dan nilai dasar yang harus jadi koridor dan pegangan kita adalah Pancasila,” ujar Hamdan.
Reaktualisasi Pancasila
Selain itu, ada narasumber Hayyan ul Haq, pakar hukum lulusan Universitas Mataram yang menyampaikan materi “Reaktualisasi dan Implementasi Nilai-Nilai Pancasila”. Dikatakan Hayyan, reaktualisasi merupakan pengejawantahan kembali. Artinya, dulu pernah ada tapi sekarang hilang dan pengembangan kembali. Hal itulah yang terjadi sekarang pada generasi kini terhadap nilai-nilai Pancasila.
Dijelaskan Hayyan, Pancasila menjadi pondasi kehidupan individual, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa. Sedangkan Konstitusi meletakkan kewajiban positif kepada pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk memelihara kekoherensian pelaksanaan Konstitusi dalam kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Reaktualisasi, visualisasi dan pembadanan Pancasila dan Konstitusi dalam tataran kelembagaan dan kehidupan bersama menjadi imperative norm,” imbuh Hayyan kepada para peserta bimtek.
Karena itu, kata Hayyan, perlu program dan tindakan menciptakan komunitas pembelajaran melalui learning community dalam membangun kesadaran kolektif akan pentingnya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional rakyat. Selain itu ada pengembangan eksaminasi dan audit atas kebijakan, peraturan dan kontrak-kontrak yang mengabaikan hak-hak konstitusional rakyatb dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan narasumber lainnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Ni’matul Huda menerangkan materi “Sistem Penyelenggaraan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945”. Lain pula dengan pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin yang sudah seringkali berperkara di MK dan menjadi narasumber, dia menyajikan materi “Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara”. (Nano Tresna Arfana/LA)