SENTUL, HUMAS MKRI - Kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Aktivis Perempuan Lintas Agama yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi ditutup oleh Wakil Ketua MK Aswanto pada Jumat (18/10/2019), di Sentul, Bogor.
Dalam ceramah kuncinya, Aswanto menyampaikan MK sering disebut anak kandung Reformasi dan lahir dikarenakan komitmen pendiri negara yang merasakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dalam arti rechstaat.
“Yang dimana hukum tersebut harus dipatuhi, entah adil atau tidak serta melindungi atau tidak kita tetap harus patuh. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan masyarakat. Sehingga hukum dalam arti restart tersebut hanya memberikan kewenangan bagi para petinggi saja. Oleh karena itu, Indonesia harus mengikuti perubahan Rakyat yang ingin mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya, sehingga terbentuklah hukum dalam arti rule of law. Hukum yang sesuai dengan apa yang diangkat masyarakat. Meskipun masih banyak kekurangan. Oleh karenanya terciptalah Mahkamah Konstitusi yang diharapkan mampu memberikan keadilan bagi rakyat,” jelas Aswanto.
Aswanto melanjutkan putusan MK adalah putusan yang setelah diputus langsung mengikat dan harus dipatuhi oleh siapapun. “Putusan MK kalau dikabulkan, contohnya norma persyaratan untuk menjadi calon gubernur, harus mengisi nama suami atau istri. Ini merupakan jaminan Konstitusional untuk mendapatkan dan mengembalikan hak-hak masyarakat, khususnya perempuan yang ingin menjadi pemimpin,” terangnya.
Selain itu, Aswanto menegaskan bahwa semua hak-hak perempuan sudah dijamin dalam Konstitusi sebagaimana Konstitusi menjamin hak asasi manusia. “Hakikat hak asasi manusia adalah cinta kasih. Dan kalau itu tercipta di keluarga, maka semua akan menjadi nyaman dan aman. Tidak hanya keluarga bahkan negara pun akan menjadi aman,” ungkap Guru Besar Universitas Hasanuddin.
Sementara itu, Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Kurniasih Panti Rahayu, memberikan laporan terkait selama kegiatan ini berlangsung. Ayu mengatakan kegiatan peningkatan pemahaman merupakan wujud nyata dari MK dalam rangka menegakkan nilai-nilai Pancasila dan konstitusi. Disini MK berupaya membangun konstitusi secara terstruktur dengan baik untuk para aktivis perempuan lintas agama.
“Kami berharap semoga para aktivis perempuan menjadi agen perubahan dan penggerak di masyarakat sekitarnya untuk menyampaikan pemahaman tentang Pancasila dan konstitusi. Kalau bisa ibu-ibu tularkan semua ilmu untuk keluarga dan orang-orang terdekat,” saran Ayu.
Estheria Manurung mewakili peserta menyampaikan sebelumnya ia tidak tahu fungsi dan kewenangan MK. “Oleh karena itu, kita dapat dan menjadi sadar hukum serta melalui diskusi diskusi dengan pemateri yang handal. Maka kami bisa menyebarkan paham konstitusi di setiap daerah kita berada,” tutur Esther di hadapan Wakil Ketua MK Aswanto.
Selain itu, Esther juga mengatakan dengan adanya kegiatan ini membuat para aktivis wanita lintas agama menjadi satu dan lebih akrab serta bisa berdiskusi bersama untuk cara membuat permohonan ke MK. “Saya mewakili semuanya meminta maaf kepada MK terutama panitia bila terlalu merepotkan. Dan sekali lagi terima kasih saya ucapkan dan semua hasil ini pasti akan kita bagikan kepada saudara, tetangga dan orang-orang terdekat,” tandasnya.
Seperti diketahui acara Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Aktivis Perempuan Lintas Agama ini diikuti oleh 100 peserta dari aktivis perempuan lintas agama se-Jabodetabek. Dihadiri oleh Ketua Umum Wanita Syarikat Islam (WSI) Valina Singka Subekti, Ketua Umum Perempuan Khonghucu Indonesia (PERKHIN) Suryani, Ketua Umum Wanita Buddhis Indonesia (WBI) Lucy Salim, Sekretaris Jenderal Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Wikanthi Yogie serta Ketua DPP Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Evie Kawet, dan Anggota Presidium II DPP Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Katarina Erliana. (Panji/LA)