SENTUL, HUMAS MKRI - Pada hari kedua kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Aktivis Perempuan Lintas Agama, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan pemaparan tentang Mahkamah Konstitusi dan Hak Konstitusional Perempuan.
“Tidak pernah ada perbedaan laki-laki dan perempuan, kecuali diri kita sendiri yang membedakan. Hal ini pada kenyataannya terjadi pada saya di MK yang dimana mayoritas hakim konstitusi adalah laki-laki, namun saya tidak dipandang sebelah mata. Inilah yang membuat bahwa memang tidak ada perbedaan dan justru memberikan jaminan hak-hak perempuan,” ungkap Guru Besar UGM Yogyakarta tersebut.
MK adalah anak kandung Reformasi, lanjut Enny, MK bagian terpenting untuk melindungi hak-hak individu. Karena MK sebagai lembaga yang mampu mengontrol dan sebagai penyeimbang dalam hidup bernegara.
“Ketika ada MK, kita semua mendapatkan hak hak bernegara, menyampaikan pendapat Dan sebagainya. Selain itu, DPR dan Presiden pun tidak bisa mengesahkan Undang undang yang sembarangan dan harus berhati-hati. Buktinya UU KPK yang belum ada nomor UU-nya pun langsung diujikan ke MK oleh para Mahasiswa. Hal ini menggambarkan bahwa kehadiran MK benar benar sangat didambakan oleh seluruh warga bangsa Indonesia. Karena sebagai penjaga dan pengawal demokrasi,” ujar Enny pada Rabu (16/10/2019).
Enny juga menjelaskan kewenangan yang dimiliki oleh MK mulai dari menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum. MK juga memiliki satu kewajiban, yakni memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/wakil presiden menurut UUD 1945. Adapula satu tambahan kewenangan MK yakni memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Selain itu, Enny juga memaparkan tentang fungsi Mahkamah Konstitusi, mulai dari sebagai penjaga Konstitusi, penjaga demokrasi, penjaga ideologi Pancasila, serta sebagai pelindung hak asasi manusia.
“Permasalahan konstitusionalitas norma hanya bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi, tidak bisa diajukan ke Mahkamah Agung. Pengujian UU adalah yang terbanyak diajukan ke MK, baik dari segi formil hingga materiil,” terangnya.
Jaminan Hak Warga Negara
Sementara pakar Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia Judhariksawan, memberikan materi tentang jaminan hak Konstitusional warga negara menurut UUD 1945. Dalam paparannya, Judhariksawan menyampaikan negara harus menjamin hak-hak warga negara serta mencerdaskan bangsa.
“Apakah saat ini negara sudah memberikan jaminan hak-hak rakyat sesuai dengan UUD 1945? Masih belum untuk seluruhnya. Meskipun sistem negara kita berdasarkan sistem Demokrasi yang ber kedaulatan rakyat. Tetapi kemakmuran rakyat sama sekali masih belum terjamin,” ungkap Guru Besar Universitas Hasanuddin Makasar tersebut.
Hak Asasi Manusia pertama kali dikenal di dunia pada tahun 1948 setelah adanya deklarasi hak asasi manusia pada 10 Desember 1948 yang dibuat oleh istri presiden Amerika pada saat itu yang menilai banyaknya diskriminasi pada Perang Dunia Kedua. “Hak asasi manusia atau human rights adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan yang maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia,” terangnya.
Selain itu, Judhariksawan juga menjelaskan tentang prinsip dasar hak asasi manusia, yaitu universal atau untuk semua manusia dan tidak ada perbedaan. Sehingga prinsip kedua yaitu kesetaraan. Pada prinsip ketiga yaitu tidak ada diskriminasi, serta tidak boleh menncabut hak asasi manusia serta saling bertanggung jawab. “Ibu-ibu bisa melihat hak-hak asasi manusia pada UUD 1945 pada apsal 28 huruf A hingga pasal 28 huruf J,” jelas Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia tersebut.
Apabila terjadi adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM dapat dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM. Namun pelanggaran HAM tersebut termasuk Pelanggaran HAM yang Berat, yakni Genosida dan kejahatan terhadap Kemanusiaan. “Namun apabila tidak bisa diselesaikan di Komnas HAM maka kita dapat melaporkan Ke Dewan HAM PBB yang berada Denhag, Belanda,” tutupnya.
Sejarah Konstitusi
Sementara Peneliti MK Nalom Kurniawan memaparkan tentang konstitusi atau konstitusionalisme mulai zaman yunani kuno, romawi, abad pertengahan, renaissance dan konstitusi modern yang berdiri nasional dan demokrasi. Di Indonesia menggunakan paham Konstitusionalisme modern dengan adanya pembatasan kekuasan, bersifat kebangsaan serta demokratis.
“Ciri negara menganut Konstitusionalisme harus memiliki aturan hukum dan harus menjamin dan tidak melanggar hak-hak warga negara. Demikian pendapat CJ Baxter dan Van der tang yang menganut paham Konstitusionalisme modern,” jelasnya.
Dalam demokrasi memiliki cacat bawaan dari lahir, cacat tersebut yang banyak pasti menang. Hal tersebut dapat menimbulkan tirani mayoritas terhadap minoritas. Pada jaman dulu hingga Orde Baru menggunakan Demokrasi dan suara mayoritas yang menang. Hingga akhirnya ada kedaulatan hukum yang mengontrol kedaulatan rakyat. “Sehingga prinsip dalam Konstitusionalisme prinsip konstitusi harus di hidupkan,” lanjutnya.
Sementara itu, Panitera pengganti MK, Mardian menyampaikan materi tentang sistem penyelenggaraan negara menurut UUD 1945. Pada pemasarannya Mardian mengawali dengan menjelaskan tentang asal-muasal Perancangan Pancasila dalam sidang BPUPK, Perancangan batang tubuh UUD dalam sidang BPUPK, hingga pengucapan proklamasi dan pengesahan UUD 1945.
“Kemerdekaan Indonesia jelas-jelas tidak diberikan oleh Jepang. Sehingga kemerdekaan Indonesia dah secara hukum. Karena kita merebut bangsa atau negara kita sendiri. Sehingga dalam proklamasi yang tercantum dalam pembukaan UUD, Kemerdekaan Indonesia adalah hak segala bangsa,” tandasnya. (Panji/LA)