BOGOR, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melaksanakan kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Aktivis Perempuan Lintas Agama Se-Jabodetabek, di Sentul, Bogor. Acara yang digelar selama empat hari sejak Selasa-Jumat (15-18/10/2019) tersebut, dibuka langsung oleh Ketua MK Anwar Usman.
Dalam sambutannya, Anwar mengungkapkan kebhinekaan Indonesia adalah karunia Allah kepada bangsa Indonesia yang patut disyukuri dan dibanggakan. “Karena kebhinekaan merupakan perwujudan kebangsaan yang beraneka ragam bangsa, suku, dan agama. Al Qur’an memanggil seluruh rakyat atau manusia tanpa melihat bangsa dan suku,” papar Anwar dalam sambutan pembukaannya.
Kebhinekaan Indonesia saat ini, lanjut Anwar, telah menjadi perhatian dan teladan bagi dunia, karena kebhinekaan di Indonesia sangat besar, mulai dari 700 suku dan 400 lebih bahasa daerah, serta memiliki bermacam ras. Dalam aspek keagamaan pula, Indonesia yang mayoritas Muslim dapat hidup berdampingan dengan rukun dan harmoni terhadap agama lainnya. “Memang tidak dapat ditutupin kebhinekaan kita kerap diuji, namun perlu dipahami jika kita bandingkan dengan permasalahan didunia, kita harus patut bersyukur,” imbuhnya.
Kemudian, Anwar menjelaskan demokrasi di Indonesia menggunakan sistem pemilihan secara langsung untuk pemilihan kepala daerah, legislatif hingga presiden dan wakil presiden. “Hal tersebut saya sampaikan pada saat pertemuan di Meksiko pada tahun 2018 lalu. Dimana banyaknya suku dan rasa serta agama. Membuat para petinggi takjub tak percaya dimana banyaknya perbedaan bisa melakukan Demokrasi seperti itu,” tegasnya.
Anwar juga mengungkapkan, bahwa saat ini banyak para tokoh dari luar negari yang mencari tahu tentang bagaimana sistem Demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik. Hal tersebut juga ditujukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengawal terjaminnya hak konstitusional warga negara. Sehingga penegakkan konstitusi merupakan konsekuensi dari dianutnya paham Konstitusionalisme yang dipilih oleh pembentuk UUD 1945.
“(UUD 1945) ditempatkan sebagai konstitusi yang hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai dan norma konstitusi juga akan selalu hidup, dalam arti senantiasa berkembang dan diperkaya dengan nilai dan sistem baru, berdasarkan praktik konstitusi itu sendiri. Oleh karena itu, Konstitusi harus dipahami tidak hanya tekstual belakang tetapi harus berkembang dengan memenuhi kebutuhan nilai-nilai perubahan masyarakat. Meski secara normatif, konstitusi telah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara, namun penjabaran nya tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, menuntut kita harus cermat, mengikuti dinamika perkembangan. Sehingga jangan sampai hak-hak yang terjamin dalam konstitusi menjadi terabaikan. Untuk itu dibutuhkan perhatian dan kerjasama kita semua untuk menjaga dan melindungi nilai-nilai konstitusi yang telah menjadi komitmen kita untuk mewujudkannya,” tutup Anwar Usman.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Kurniasih Panti Rahayu memberikan laporan terkait diselenggarakannya kegiatan tersebut. Dalam laporannya, Kurniasih Panti Rahayu yang biasa dipanggil Ayu menyampaikan bahwa acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terkait hak konstitusi seorang warga negara. “Sebagai salah satu lembaga negara yang terbentuk pada era reformasi, dalam upaya MK meningkatkan masyarakat untuk mendapatkan keadilan. MK melalui kegiatan peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara ini. Merupakan wujud MK sebagai lembaga negara peradilan yang memberikan jaminan hukum, keadilan serta memberikan jaminan untuk hak asasi manusia,” tutur Ayu.
Acara yang diikuti oleh 100 peserta dari aktivis perempuan lintas agama tersebut dibuka dengan penyematan tanda peserta. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Umum Wanita Syarikat Islam (WSI) Valina Singka Subekti, Ketua Umum Perempuan Khonghucu Indonesia (PERKHIN) Suryani, Ketua Umum Wanita Buddhis Indonesia (WBI) Lucy Salim, Sekretaris Jenderal Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Wikanthi Yogie serta Ketua DPP Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) Evie Kawet, dan Anggota Presidium II DPP Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Katarina Erliana. (Panji/LA)