SURAKARTA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyampaikan ceramah kunci dalam kegiatan seminar nasional dengan tema “Konstitusionalitas Pengenaan Pidana bagi Pelaku Ujaran Kebencian”, sekaligus membuka “Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi” di auditorium Gedung Induk Siti Walidah, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Selasa, (08/10), Surakarta, Jawa Tengah.
Anwar mengatakan paham demokrasi telah mengakibatkan suara kelompok minoritas dikesampingkan “Prinsip demokrasi justru memiliki kekurangan dan kelemahan karena hanya membawa suara mayoritas semata sebagai kebenaran. Sementara suara minoritas dipaksa dan terpaksa mengikuti suara mayoritas yang belum tentu benar” Kata Anwar
Pasca-amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), paham demokrasi yang dianut diseimbangkan oleh paham nomokrasi. Hal ini menurut Anwar, membawa konsekuensi logis meski suatu undang-undang (UU) telah disahkan oleh mayoritas anggota legislatif bersama eksekutif, namun untuk menghindari tirani mayoritas terhadap minoritas yang dapat mendistrosi hak asasi warga negara, maka mekanisme pengujian UU di MK menjadi cara setiap warga negara untuk melindungi hak konstitusionalnya yang telah dijamin dalam UUD 1945.
Topik seminar yang dipilih, yakni pemidanaan terhadap pelaku ujaran kebencian berhadapan dengan hak kebebasan berekspresi. Namun demikian dalam setiap hak juga terdapat kewajiban yang harus dipenuhi. Pemidanaan terhadap pelaku ujaran kebencian, menurut Anwar, juga harus mengikuti rambu-rambu yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Anwar berharap kepada para peserta kegiatan “Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi” agar dapat memahami hak konstitusionalnya dan dapat membela hak konstitusionalnya dengan benar. Menurut Anwar, jika masyarakat dapat merespon dengan benar maka konsep cita negara hukum akan dengan mudah terbentuk. Anwar juga berharap, dengan pelaksanaan kegiatan Seminar Nasional dan Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi ini dapat mendorong kehidupan bernegara yang demokratis sesuai dengan cita-cita konstitusi. (Ilham Wiryadi/NRA)