JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) bekerjasama dengan Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan acara bertajuk Constitutional Law Festival 2019 pada Minggu (6/10/2019) di Universitas Brawijaya Malang. Selain seminar nasional, kegiatan ini sekaligus menjadi ajang kompetisi di antaranya kompetisi perancang undang-undang yang dimenangkan oleh Universitas Diponegoro, kompetisi artikel ilmiah, serta battle of brains, yang memperebutkan piala bergilir hakim konstitusi periode 2008 hingga 2013 Achmad Sodiki dan piala bergilir hakim konstitusi periode 2003 hingga 2008 Abdul Mukhtie Fadjar.
Ketua MK Anwar Usman saat penutupan kegiatan menyampaikan pidato kunci dengan tema “Constitutional Question Sebagai Langkah Tepat Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara”. Anwar menjelaskan bahwa constitutional question merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh mahkamah konstitusi di berbagai negara. “Sebagaimana telah kita ketahui bahwa constitutional question merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh MK di berbagai negara. Antara lain MK Jerman, Austria, Italia dan Belgia. MK Jerman merupakan salah satu MK yang paling menarik perhatian para peminat hukum konstitusi. hal tersebut disebabkan praktik constitutional question di MK Jerman termasuk yang paling aktif dibandingkan dengan MK lainnya di dunia,” jelasnya
Selain itu, constitutional question pada hakikatnya merupakan pengujian undang-undang sebagaimana selama ini telah dipraktikan oleh MK. Namun terdapat ciri atau perbedaan di antara keduanya. Jika di dalam pengujian undang-undang (PUU), yang mengajukan permohonan adalah pihak yang merasa dirugikan atau setidaknya berpotensi dirugikan hak konstitusionalnya akibat keberlakuan suatu UU. Sementara dalam praktik constitutional question, penerapan UU yang diragukan konstitusionalitasnya diajukan oleh hakim atau pihak di dalam perkara atas kasus yang bersifat konkret.
“Dengan demikian sifat PUU lebih bersifat abstrak sedangkan constitutional question diajukan justru karena adanya kasus konkret. Namun yang perlu dipahami dalam konteks ini adalah MK bukan memutus kasus konkretnya melainkan hanya memutus konstitusionalitas undang-undangnya saja,” tegasnya
Dalam praktik PUU di MK Indonesia, materi muatan PUU merupakan constitutional question maupun constitutional complaint yang telah beberapa disidangkan. Sebagai contoh misalnya dalam perkara tentang peninjauan kembali (PK) yang diperbolehkan lebih dari satu kali dengan syarat adanya novum atau bukti baru, serta contoh lainnya dalam kasus pemberhentian pimpinan KPK Bibit-Chandra dan kasus yang diajukan oleh Machica Mochtar tentang anak luar kawin.
Lebih lanjut lahirnya MK dan berbagai kewenangannya pada hakikatnya bertujuan untuk memberikan perlindungan jaminan hak konstitusional bagi setiap warga negara. Dalam konsep negara hukum yang demokratis, negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi setiap hak konstitusional bagi seluruh warga negara. (Bayu/Agung/NRA).