JAKARTA, HUMAS MKRI – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (4/10/2019) pagi. Peneliti MK Anna Triningsih menerima sebanyak 200 mahasiswa tersebut di lantai 4 Gedung MK. Pada pertemuan itu, Anna antara lain membahas sifat putusan MK.
Dijelaskan Anna, putusan MK bersifat erga omnes atau berlaku umum. Misalnya ada dosen yang menguji Undang-Undang Pendidikan Nasional karena dianggap merugikan hak konstitusionalnya. Dosen itu bisa membuktikan kepada Majelis Hakim MK, bahwa memang norma yang diuji salah atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
“Kemudian MK memutuskan mengabulkan permohonan dosen itu. Putusan itu tidak hanya untuk dosen tersebut, tapi buat seluruh warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai dosen,” ungkap Anna.
Putusan MK, lanjut Anna, berbeda dengan putusan di pengadilan negeri. Misalnya ada orang mencuri, dihukum penjara selama 5 tahun, maka hukuman itu hanya berlaku buat pelakunya, tidak buat seluruh warga negara. “Inilah karakteristik putusan MK. Karena pengujian undang-undang berkaitan dengan norma, bukan perbuatan orang per orang,” tegas Anna.
Lebih lanjut Anna memaparkan beberapa putusan landmark MK. Misalnya, putusan MK yang memulihkan hak politik seseorang. Dulu, keturunan orang yang terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak boleh berpolitik.
“Orang itu tidak punya hak berpolitik, tidak boleh ikut pemilu dan sebagainya. Namun akhirnya MK mengabulkan permohonan pihak yang merasa dirugikan karena tidak boleh berpolitik. Siapa pun warga negara Indonesia, kalau sudah berusia 17 tahun, maka dia sudah dapat berpolitik. Tidak ditentukan apakah dia keturunan PKI,” imbuh Anna.
Selain itu ada putusan MK mengenai bolehnya calon independen mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada). Calon independen itu mengajukan argumentasi bahwa dia tidak mau dicalonkan melalui parpol karena tidak percaya dengan parpol. Tak kalah penting, MK menjatuhkan putusan terkait penggunaan KTP bagi para pemilih dalam Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 yang namanya tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“MK memutuskan bahwa warga negara yang punya hak pilih dan tidak terdaftar dalam DPT, dia cukup menunjukkan kartu tanda penduduk dan membawa kartu keluarga, maka dia bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu,” jelas Anna.
Dalam pertemuan itu, tak lupa Anna juga memaparkan kewenangan dan kewajiban MK Republik Indonesia (MKRI). MKRI yang lahir pada 13 Agustus 2003 memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan pertama MK melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945.
Kewenangan kedua MK, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Anna menjelaskan tidak semua lembaga negara bisa menjadi pemohon. Lembaga negara yang bisa menjadi pemohon dalam persidangan MK yang kewenangannya diberikan oleh UUD, misalnya DPR atau BPK.
Kewenangan ketiga MK, menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum. Kewenangan keempat MK, membubarkan partai politik. Pada 2004, MK hanya mengadili sengketa hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, namun sejak 2008 MK juga mengadili sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah. Sedangkan kewajiban MK, memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD. (Nano Tresna Arfana/NRA).