Jakarta - Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) diserbu sekitar 80 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka merasa telah digerogoti dan digergaji UU No 10/2008 tentang Pemilu yang belum lama disahkan DPR.
"Kami datang ke sini untuk mengajukan permohonon judicial review UU Pemilu. UU Tersebut kami anggap menggerogoti dan mengergaji DPD," ujar kuasa hukum DPD sebagai pemohon, Todung Mulya Lubis.
Hal itu disampaikan Todung kepada panitera MK Ahmad Fadlil Sumadi di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (10/4/2008).
Menurut Todung, pasal yang diajukan untuk di-judicial review adalah pasal 12 dan pasal 67. "Pasal-pasal ini bertentangan dengan jiwa dan semangat UUD 1945," katanya.
Dalam pasal 12 UU Pemilu disebutkan, syarat untuk menjadi anggota DPD tidak dicantumkan syarat domisili. Sedangkan pasal 67 menyebut, orang dari parpol dimungkinkan bisa masuk sebagai anggota DPD. Kedua pasal tersebut dinilai bertentangan dengan pasal 22 c ayat 1 dan 22 e ayat 4 UUD 1945.
Todung pun meminta MK agar memprioritaskan permohonan anggota DPD tersebut agar tidak menggangu proses jalannya pemilu.
Selain DPD ada 7 kelompok lain yang juga ikut mengajukan judicial review UU Pemilu tersebut seperti Cetro, Indonesia Parliament Center dan Forum Masyarakat Peduli Palemen Indonesia (Formappi).
Di antara 80 anggota DPD yang datang ke Gedung MK, tampak Ketua DPD Laode Ida dan anggota DPD Moeryati Soedibyo. Datang pula beberapa warga yang mengenakan pakaian adat papua dan Sumatera.
Selain Todung ada 14 kuasa hukum lain yang turut mewakili DPD. Saat mendaftarkan judicial review, sempat terjadi ketidaksepahaman antara panitera MK dan 3 kuasa hukum yang enggan menandatangani surat kuasa permohonan.
"Saya tidak memeriksa substansi tapi administrasi," kata panitera Ahmad Fadlil Sumadi sembari menjanjikan akan segera memproses permohonan tersebut. Selanjutnya permohonan akan dilimpahkan ke biro administrasi perkara dan persidangan untuk dicek kelengkapannya. ( nvt / ana )
Sumber www.detik.com
Foto dokumentasi Humas MK