LAMPUNG, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi bekerjasama dengan Universitas Lampung, Universitas Tarumanagara dan Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi menyelenggarakan Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi Piala Ketua MK 2019 Tingkat Regional Barat dan Seminar Nasional dengan tema “Pendekatan Konstitusional dan Perspektif HAM Terhadap Keterbukaan Informasi Publik Yang Dikecualikan UU” pada Selasa, (1/10/2019), di Universitas Lampung, Lampung.
Acara yang secara resmi dibuka oleh Panitera MK Muhidin tersebut, dalam ceramah kuncinya mewakili Ketua MK Anwar Usman menjelaskan, bahwa Era informasi sekarang ini menjadi aspek kunci dalam kehidupan manusia. “Informasi menjadi komoditas dan kekuatan, karena perkembangan teknologi informasi yang sedemikian rupa, serta karena informasi memiliki dasar dalam konteks negara demokrasi yang memberikan jaminan terhadap hak konstitusional warga negara,” jelasnya.
Lebih lanjut, Muhidin menyebut salah satu prinsip dasar dalam negara demokrasi adalah diakui dan dijaminnya hak warga negara untuk mengetahui semua urusan yang berkaitan dengan pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara. “Maka rakyat berhak mengetahui bagaimana kekuasaan negara tersebut dijalankan oleh para penyelenggara negara. Dengan kata lain, keterbukaan informasi publik di negara demokrasi merupakan keniscayaan,” ujarnya.
Pada sisi lain, pemenuhan hak publik atas informasi pada dasarnya merupakan pertanggungjawaban negara kepada publik yang telah memberikan kewenangan melalui konstitusi. Dengan keterbukaan inilah, keadilan bagi seluruh warga negara dapat dicapai.
Mengingat pentingnya keterbukaan informasi publik, hak atas informasi dan berkomunikasi diakui sebagai hak asasi manusia. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Ketentuan tersebut menunjukkan betapa pentingnya informasi bagi setiap orang terkait dengan penyelenggaraan negara dan untuk mengembangkan kehidupan pribadi dan kelompok.
Sebagai hak asasi, menjadi kewajiban negara untuk memajukan, menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut melalui penerapan prinsip transparansi dalam penyelenggaraan negara. Kebebasan memperoleh informasi sebagai dasar keterbukaan informasi publik juga dijamin dalam Pasal 14 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahkan diatur dalam UU tersendiri, yaitu UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dengan kata lain, UUD 1945 dapat membatasi hak asasi manusia dengan memperhatikan syarat dilakukan dengan undang-undang. Akan tetapi, itu belum cukup. Melalui Putusan Nomor 33/PUU-XIII/2015, MK memberikan tafsir konstitusional terhadap Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 mengenai rambu konstitusional pembatasan HAM.
Sementara sambutan Sekjen MK M. Guntur Hamzah diwakili Kepala Bidang Humas dan Kerjasama Dalam Negeri Fajar Laksono mengungkapkan bahwa acara ini merupakan kali keenam terlaksana namun Kompetisi tingkat regional ini merupakan kali pertama diadakan. “Kali pertama diadakan secara regional, kompetisi tingkat regional sengaja dibuka dengan seminar nasional agar bisa menambah wawasan baru bagi yang berkompetisi,” ungkapnya.
Sedangkan, Rektor Unila Hasriadi Mat Akin mengucapkan rasa terima kasih kepada MK yang telah mempercayakan Unila sebagai pelaksana kompetisi peradilan semu tingkat regional ini. “Untuk mengawal peradilan konstitusi peradilan semu ini saah satu cara menghasilkan lulusan yang menguasai ilmu hukum yang berkaitan dengan konstitusi serta implementasinya,” jelasnya.
Seminar Nasional
Rangkaian acara Seminar Nasional yang merupakan bagian acara dari Pembukaan Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi Regional Barat yang dimoderatori Yusdiyanto, Dosen Fakultas Hukum Unila. Salah satu pembicara Hakim Konstitusi Achmad Sodiki masa jabatan 2008-2013 menjelaskan pemahaman tentang keterbukaan informasi publik. Sebagai negara yang berdasarkan hukum, seharusnya setiap warga negara mengetahui hukum sebagai bagian dari kesadaran hukum, agar dengan demikian tertib hukum tercipta sebagai bagian dari negara yang aman dan damai serta sejahtera.
“Keterbukan informasi ini penting diketahui masyarakat agar segera dapat mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik, tetapi sekaligus sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan, sebab kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan dapat terjadi dari pemegang kekuasaan yang merugikan masyarakat,” ungkapnya.
Keterbukaan informasi publik yang dikecualikan undang-undang, lanjut Sodiki, terdapat Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik (Pasal 6 ayat (3) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 UU ini yaitu informasi yang dapat membahayakan negara, informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, informasi yang berkaitan dengan hak hak pribadi, berkaitan dengan rahasia jabatan dan/atau informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Selain itu, pembicara lainnya Arif Adi Kuswardono Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Komisi Informasi Pusat RI menyebut bahwa Informasi wajib diumumkan tanpa penundaan, karena menyangkut ancaman terhadap hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. “Artinya informasi yang wajib diumumkan seketika terjadinya keadaan yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum,” sebutnya.
Untuk informasi yang dikecualikan Informasi Publik yang sifatnya rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik sesuai dengan kriteria yang telah diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Sementara, Zulkarnain Ridlwan Dosen FH Unila menyampaikan bahwa hak atas informasi, sepanjang dilakukan oleh negara secara beralasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka dimungkinkan untuk diatur pembatasannya. Jadi, tidak ada HAM di Indonesia yang bersifat mutlak dan tanpa batas.
Terlebih, hak atas informasi dalam Pasal 28F UUD 1945 bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. (Bayu/LA)