JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat diterima terhadap permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI (UU Ombudsman) di Ruang Sidang Pleno MK pada Senin (30/9/2019). Demikian amar Putusan Nomor 33/PUU-XVII/2019. Permohonan diajukan oleh Marsudi yang merupakan pensiunan BUMN. Marsudi mengujikan Pasal 36 ayat (1) huruf g UU Ombudsman yang menurutnya bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebutkan setelah Mahkamah membaca dan mempelajari dengan saksama permohonan, Pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas dan rinci mengenai adanya pertentangan antara norma Pasal 36 ayat (1) huruf g dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Padahal dalam persidangan pendahuluan pada 29 April 2019, sambung Enny, Mahkamah telah memberi nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan lembaga bantuan hukum. Akan tetapi, dalam perbaikan permohonan yang diterima Mahkamah pada 7 Mei 2019 melalui email, Pemohon ternyata tetap tidak dapat menguraikan dengan jelas mengenai alasan pertentangan antara norma yang dimohonkan untuk diuji dengan UUD 1945.
“Pemohon hanya menguraikan secara sumir alasan menguji Pasal 36 ayat (1) huruf g UU 37/2008 terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena menurut Pemohon norma ketentuan a quo bersifat subjektif dan tidak memiliki kepastian karena tidak adanya fakta dan data mengenai maladministrasi,” sampai Enny di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi enam hakim konstitusi lainnya.
Dengan demikian, Mahkamah tidak dapat menemukan keterkaitan antara alasan-alasan permohonan dengan petitum. Sehingga uraian Pemohon dalam menerangkan alasan pengujian undang-undang a quo menjadi kabur. “Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Anwar dalam sidang Pengucapan Putusan MK.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyebutkan bahwa pada kasus konkret sebagian tanahnya dijadikan fasilitas umum sesuai dengan Pasal 6 UU Pokok Agraria (UUPA). Dalam UU tersebut, dinyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, namun untuk tanah hak milik juga harus dikenakan Pasal 18 UUPA. Apabila digunakan untuk kepentingan umum hak atas tanah tersebut dapat dicabut dengan ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Namun, pada kenyataannya, Pemohon selaku salah satu ahli waris terhadap sebidang tanah yang telah digunakan untuk fasilitas umum, tidak mendapatkan ganti rugi. Terhadap kerugian tersebut, Marsudi melaporkan pada Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dengan diperoleh Surat Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 15/L/LODDIY/I/2013 tanggal 9 Januari 2013, yang menyatakan telah terjadi mal administrasi.
Akan tetapi, Laporan dari Surat Keputusan Ombudsman RI Nomor 133/SRT/0167.2018/AA116/Tim4/11/2019 tanggal 11 Februari 2019 menyatakan tidak terjadi mal administrasi, yang dipedomani atas Laporan BPN Kota Yogyakarta yang menyebutkan berkas Pemohon atas sebidang tanah yang disengketakan tersebut ke BPN Yogyakarta tidak dilengkapi Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) sebagai sarana pemecahan sertifikat. Untuk itu melalui petitum, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan materi muatan Pasal 36 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI bertentangan dengan UUD 1945. (Sri Pujianti/NRA).