JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UU Yayasan) yang diajukan oleh Yayasan Al-Ikhwan Meruya yang diwakili oleh H. Armein Kusumah, Hj. Sri Wuryatmi, dan H. Saman. Sidang pengucapan Putusan Nomor 30/PUU-XVII/2019 yang digelar pada Senin (30/9/2019) ini dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya. “Amar putusan menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya.
Dalam permohonan sebelumnya, Pemohon mempermasalahkan ketentuan frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam pemeriksaan terhadap yayasan. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya pasal Materiil Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan. Menurut Pemohon, adanya frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 53 ayat (2) UU a quo bersifat multitafsir karena dapat ditafsirkan berbeda-beda. Selain itu, frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 53 ayat (2) UU a quo dapat ditafsirkan tanpa adanya kepentingan, tanpa adanya hubungan hukum antara pihak yang mengajukan permohonan pemeriksaan dengan materi (dalil) permohonan yang diajukan, apa saja walaupun terlihat secara nyata dalam penafsiran tersebut terdapat pertentangan antara materi (dalil) permohonan yang dimohonkan dengan materi (dalil) yang diajukan, dapat ditafsirkan walaupun penafsiran tersebut jelas menabrak (bertentangan) dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan-perundangan lainnya, dan dapat ditafsirkan dengan cara mendalilkan kepentingan pihak lain.
Sehingga, dalam petitumnya Pemohon meminta kepada Mahkamah menyatakan norma pihak ketiga yang berkepentingan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan bertentangan dengan norma Negara Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai “Jamaah dari Masjid Al-Ikhwan yang sesuai dengan keyakinannya, secara langsung atau tidak langsung ikut bertanggungjawab dalam memakmurkan Masjid Al-Ikhwan”.
Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul, Mahkamah berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 53 ayat (3) UU Yayasan, pemeriksaan yayasan dalam hal adanya dugaan bahwa organ yayasan melakukan perbuatan yang merugikan negara, dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. Namun, berdasarkan Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan tersebut, apabila terdapat dugaan organ yayasan telah melakukan perbuatan melawan hukum, atau bertentangan dengan Anggaran Dasar, lalai dalam melaksanakan tugasnya, serta melakukan perbuatan yang merugikan yayasan atau pihak ketiga, hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan dan disertai alasannya. Sehingga, dari ketentuan tersebut, pemeriksaan terhadap yayasan haruslah didasarkan pada Penetapan Pengadilan baik atas permintaan Kejaksaan maupun atas permintaan pihak ketiga yang berkepentingan.
Menurut Mahkamah, pengertian “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam UU Yayasan pada dasarnya tidak diuraikan secara jelas. Namun frasa a quo tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal 54 ayat (1) UU Yayasan yang menyatakan, “Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2)”. Dengan demikian, penentuan ditolak atau dikabulkannya pemeriksaan dimaksud, termasuk siapa pihak ketiga yang berhak mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap yayasan sebagaimana dimaksud Pasal 53 ayat (1), ditentukan oleh pengadilan. Artinya, siapapun pihak ketiga yang merasa dirugikan karena perbuatan Yayasan, maka yang bersangkutan berhak mengajukan permohonan pemeriksaan tersebut.
Kemudian, lanjut Manahan, pihak ketiga yang berkepentingan dalam UU Yayasan, akan menjadi jelas ketika hakim menentukan pihak-pihak yang mengajukan sebagai pihak ketiga berkepentingan dikabulkan berdasarkan alasan dalam permohonan dan sesuai hasil pemeriksaan di persidangan. Hal ini untuk memperkuat keyakinan pengadilan atau hakim dalam menolak atau mengabulkan permohonan pihak ketiga agar mempertimbangkan prinsip-prinsip audi et alteram partem.
Selain itu, frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” tidaklah dapat dimaknai atau ditafsirkan tanpa dikaitkan dengan penetapan pengadilan. Sehingga, tanpa adanya penetapan pengadilan, maka tidak dapat ditentukan kedudukan pihak ketiga yang berkepentingan secara sepihak di luar pemeriksaan pengadilan, dengan demikian hal tersebut tidak terdapat persoalan inkonstitusionalitas dalam Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan.
Oleh karena itu, dalil para Pemohon yang menyatakan norma Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum. (Utami/LA)