JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengelar sidang uji penggunaan frasa dan kata pada penyusunan UUD dan peraturan perundangan, pada Senin (23/9/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan diajukan oleh Suharjo Triatmanto ini teregistrasi dengan Nomor 43/PUU-XVII/2019.
Dalam sidang perbaikan permohonan ini, Suharjo memperjelas tujuan pokok permohonan. Pada awalnya Pemohon menginginkan pengujian penggunaan kata dan frasa yang dipakai pada penyusunan UUD 1945 dan UU menggunakan rujukan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Namun, sambung Suharjo, diganti dengan pertama pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pasal yang menggunakan kata komisi pada frasa Komisi Pemilihan Umum. Kedua adalah pengujian Pasal 46 dan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan ketiga adalah pengujian Pasal 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Kemudian kami pun menambahkan Putusan MK Nomor 100/PUU-XI/2013 sebagai dalil Pemohon sehingga kami langsung ke pokok perkara. Jadi dari kemarin sebanyak 35 halaman, sekarang menjadi 15 halaman saja,” sampai Suharjo di hadapan sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dengan didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Arief Hidayat.
Pada sidang sebelumnya Pemohon menyampaikan bahwa dirinya risau dengan penyusunan dan pembuatan aturan perundang-undangan yang tidak berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Padahal keberadaan lembaga pemerintah penyusun dan pembuat KBBI telah memiliki legalitas hukum. Peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia.
Menurut Pemohon, ada beberapa kata yang digunakan dalam penyusunan berbagai produk hukum tertulis yang memiliki makna dan arti sangat jauh dari maksud dan pengertian yang diinginkan. Sehingga terdapat makna ganda atau bahkan makna yang tidak sama dengan yang dimaksud oleh penyusun dan pembuat peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh Pemohon menyebutkan penggunaan kata “ayat” menurut KBBI berarti alamat atau tanda; beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bahan surah dalam kitab suci; beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, apabila kata “ayat” dipakai untuk menyusun peraturan perundangan maka arti dari kata “ayat” tersebut merujuk pada makna beberapa kalimat yang merupakan kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam undang-undang. (Sri Pujianti/NRA)