JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan pengujian Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 416 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang dimohonkan sepuluh orang Pemohon, di antaranya Bahrul Ilmi Yakup, Asosiasi Advokat Konstitusi, dan Rosalina Pertiwi Gultom. Putusan Nomor 38/PUU-XVII/2019 dibacakan pada Senin (23/9/2019) di Ruang Sidang Panel MK.
Ketua MK Anwar Usman menyebutkan saat sidang pemeriksaan Pendahuluan pada 3 September 2019 para Pemohon tidak hadir. Setelah dihubungi melalui Juru Panggil, para Pemohon menyatakan menarik permohonannya. Selanjutnya, pada 3 September 2019 Mahkamah menerima surat bertanggal 31 Agustus 2019 dari para Pemohon yang menyatakan menarik permohonan uji materi perkara tersebut. Sehubungan dengan penarikan kembali tersebut, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 17 September 2019 telah menetapkan permohonan penarikan kembali permohonan perkara tersebut beralasan menurut hukum.
“Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, terhadap permohonan tersebut Mahkamah mengeluarkan Ketetapan Mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan para Pemohon,” jelas Anwar dalam sidang Pengucapan Putusan dengan didamping delapan hakim konstitusi lainnya.
Untuk diketahui, dalam permohonannya, para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 416 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pemohon I menyatakan sebagai perseorangan warga negara yang memiliki hak konstitusional merasa dirugikan hak konstitusional karena UU tersebut dapat berakibat KPU melaksanakan tahapan pemilu secara tidak profesional karena telah terjadi berbagai kecurangan. Hal ini terjadi karena pada fakta pelaksanaan pemilu lalu, Pemohon yang berusia 53 tahun tidak masuk dalam daftar pemilih tetap serta tidak pula mendapatkan undangan untuk memilih.
Adapun Pemohon II yang merupakan organisasi advokat merasa dirugikan dnegan keberlakuan norma tersebut karena pada pemilu 2019 lalu telah terjadi berbagai kekeliruan dalam penggunggahan data perhitugan dalam sistem penghitungan suara (situng) yang dirilis KPU. Sehingga, secara faktual Pemohon II baik secara faktual maupun potensial telah dirugikan dengan UU tersebut. Sedangkan bagi para Pemohon III – X yang merupakan advokat, juga merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan keberlakuan ketentuan tersebut. Untuk itu, melalui petitumnya, para Pemohon memohonkan agar Mahkamah menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (5) serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (Sri Pujianti/LA)