TANGERANG, HUMAS MKRI - Sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan peran lembaga peradilan bagi perlindungan hak sosial ekonomi dan budaya masyarakat, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menggelar The 1st International Expert Meeting 2019 pada Jumat (20/9/2019) di Serpong, Tangerang. Dengan mengangkat tema “Peran Lembaga Peradilan Untuk Memajukan Keadilan Sosial serta Melindungi Hak Ekonomi dan Sosial”, MKRI mengajak serta para ahli dari berbagai negara tetangga untuk terlibat dalam diskusi hukum terhadap penyelesaian berbagai permasalah pemenuhan dan perlindungan hak sosial dan ekonomi masyarakat dunia dalam ranah pengadilan.
Dalam kegiatan ini, Hennie Strydom dari Universitas Johannesburg, Afrika Selatan, menyampaikan materi bertajuk “Role of the Judiciary to Promote Social Justice: The Protection of Socio-Economic Rights in International Law”. Ia mengajak peserta diskusi untuk fokus pada tiga masalah substantif dalam konvensi yang memformulakan secara khusus tentang pengakuan hak, kewajiban negara atas realisasi hak, dan peran pengawasan komite hak ekonomi, sosial, dan budaya. Diakui Hennie bahwa perkembangan hak ekonomi sosial dan budaya ini, setelah diadopsi dari konvensi internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya (ICESCR 1966), maka pergelutan masalah ini menjadi tidak asing bahkan menjadi perbincangan yang sifatnya utama di banyak negara kendati pelaksanaanya berbeda-beda.
Sebagai ilustrasi, Hennie menyebutkan dalam lingkup PBB diputuskan untuk membuat langkah kontribusi pada implementasi progresif yang efektif dari penerapan konvensi ini. Sejak 1985, telah diramu berbagai hak-hak yang dimaksud dalam kategori hak sosial-ekonomi dan budaya, seperti halnya penetapan hak yang terkandung dalam hak sipil dan politik. Karena, sambung Hennie, seperti diketahui bahwa hak sipil dan politik merupakan bagian dari hak internal individu yang hanya dapat dirasakan apabiila negara bersikap pasif. Sedangkan hak sosial ekonomi dan budaya mengharapkan kehadiran negara secara aktif di dalam ketercapaiannya. Untuk itu, perlu digaris bawahi siapa-siapa saja pihak yang menjadi pemangku hak ini.
“Karena hak ekonomi-sosial dan budaya ini hanya menyebutkan kategori berupa hak setiap orang. Jadi ini berbeda dengan hak sipol yang jelas-jelas mencegah kekuasaan negara terlalu jauh, sedangkan pada hak ekonomi sosial dan budaya ini perlu tindakan positif negara,” jelas Hennie di hadapan peserta diskusi yang turut dihadiri hakim konstitusi MKRI.
Dengan demikian, Hennie menekankan perlu adanya minat negara untuk benar-benar merumuskan kewajibannya sehingga dampak dari kebijakan dan ketetapan negara atas perlindungan hak ekonomi sosial dan budaya ini terlihat langsung dan tidak boleh ditunda di masa mendatang. Dalam kegiatan yang digelar selama dua hari ini (20 – 21/9/2019) hadir pula sebagai pemateri Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013 – 2015 Hamdan Zoelva, Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Australia Robert French, Hakim Mahkamah Agung India Indu Maholtra, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Bosnia-Herzegovina Joseph Marko, akademisi dari Universitas Kathmandu sekaligus Penasihat Hukum Konstitusi untuk Presiden Nepal Surya Dhungel. (Sri Pujianti/LA)