ANKARA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) Turki menggelar 7th Summer School Asociation of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia/AACC) dengan melibatkan berbagai negara di Asia, Afrika, dan Eropa. Summer School ke-7 kali ini digelar mulai dari tanggal 8 sampai dengan 14 September 2019, di Ankara-Eskisehir, Turki.
Presiden MK Turki Zuhtu Arslan, dalam sambutannya mengatakan, bahwa jumlah delegasi dalam Summer School tahun ini merupakan yang terbanyak selama gelaran ini dilaksanakan oleh Pusat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Center for Training and Human Resources Development) AACC. Delegasi yang hadir berasal dari 22 negara termasuk Turki sebagai penyelenggara, terdiri dari 36 orang peserta, hadir menyampaikan makalahnya masing-masing. Negara-negera yang berpartisipasi pada kesempatan kali ini (sesuai abjad) yakni Azerbaijan, Bulgaria, Kamerun, Kroasia, Indonesia, Georgia, Filipina, Palestina, Kazakhstan, Kisgistan, Korea, Kosovo, Malaysia, Mongolia, Montenegro, Myanmar, Pakistan, Thailand, Cyprus, Turki, Ukraina, dan Uzbekistan.
Summer School ke-7 mengangkat tema Presumption of Innocence (Asas Praduga Tidak Bersalah). Dalam sesi paparan, para delegasi berbagi pengetahuan tentang teori, praktik, dan pengalaman serta perkembangan asas praduga tidak bersalah dari masing-masing negara, khususnya merujuk pada putusan pengadilan di masing-masing negara. Pada prinsipnya, seluruh negara mengakui dan menerapkan asas praduga tidak bersalah sebagai asas yang berlaku universal, baik kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Asas ini, sangat penting dalam melindungi dan menjamin hak-hak warga negara, khususnya ketika berada dalam posisi sebagai tersangka ataupun terdakwa. Sebab, pada dasarnya asas ini menekankan bahwa seseorang tidak boleh dianggap bersalah selama belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa dia bersalah.
Dalam paparannya, delegasi Indonesia yang terdiri dari Panitera Pengganti MK Syukri Asy’ari serta Staf Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Achmad Dodi Haryadi, menyampaikan beberapa hal penting yang dalam penerapan asas praduga tidak bersalah, khususnya Indonesia dengan merujuk pada putusan-putusan MK Indonesia. Beberapa hal penting tersebut, antara lain, pertama, asas praduga tidak bersalah terbatas hanya pada sistem peradilan pidana. Kedua, asas praduga tidak bersalah bukanlah prasyarat bagi dijatuhkannya tindakan administratif berupa pemberhentian sementara terhadap jabatan tertentu, in casu anggota DPR dan kepala daerah. Sebaliknya terhadap pemberhentian jabatan secara tetap menjadi inkonstitusional sebab bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah.
“Ketiga, asas praduga tidak bersalah diterapkan terhadap terdakwa yang belum diputuskan bersalah oleh hakim. Keempat, asas praduga tidak bersalah tidak bersifat mutlak karena terhadap tersangka dan terdakwa, secara konstitusional dapat dilakukan penahanan, meskipun esensinya berbeda dengan pemidanaan yang harus dengan putusan pengadilan yang telah bekekuatan hukum tetap. Kelima, Dalam kasus gratifikasi yang dianggap sebagai pemberian suap, asas praduga tidak bersalah dapat dinegasikan demi mendahulukan dan mengejar kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan karena dalam konteks ini yang digunakan dalam pembuktiannya adalah asas praduga bersalah,” ungkap Syukri. (Dodi/LA)