JAKARTA, HUMAS MKRI - Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Bisariyadi menerima Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang pada Senin (9/9/2019).
Dalam kesempatan itu, Bisariyadi yang akrab disapa Bisar menuturkan pengalaman tugas di MK ketika berlangsung Pemilu Presiden 2019. Sebagai peneliti, dia bersyukur mendapat pengalaman saat Pemilu Presiden 2019 bersama Panitera Pengganti MK memeriksa formulir C1, formulir C7 serta bukti berupa video dan lainnya.
“Formulir C7 salah satu syarat yang harus ada dalam kotak suara. Kalau formulir C7 tidak ada, itu salah satu pelanggaran administratif yang sifatnya berat dan bisa dilakukan penghitungan suara ulang,” ujar Bisar.
Dikatakan Bisar, pada 2019 terdapat lebih dari 250 perkara Pemilu Legislatif ditambah perkara Pemilu Presiden disidangkan di MK. Perkara-perkara yang diajukan ke MK terbagi dalam daerah pemilihan (dapil). Misalnya, untuk DPR Pusat ada 80 dapil untuk seluruh Indonesia. Setiap dapil bisa beda-beda kursinya, tergantung populasinya. Sedangkan di tingkat DPR Provinsi, ada 300 dapil dari 34 provinsi.
“Kemudian untuk tingkat Kabupaten/Kota yang paling rumit, terdapat 1200 dapil. Tapi dari sekian banyak dapil tersebut, hanya ada 550 perkara yang diajukan ke MK,” jelas Bisar.
Lebih lanjut, Bisar menerangkan terkait pemilu kepala daerah. Sebelum tahun 2015, pelaksanaan pemilu kepala daerah jadwalnya tidak serentak dari setiap daerah. Namun pada 2015 pemerintah memutuskan pelaksanaan pemilu kepala daerah dilaksanakan secara serentak. Pada tahun-tahun mendatang, ada wacana bahwa akan dibentuk badan khusus untuk menangani perkara sengketa pilkada.
“Sampai sekarang belum ada politik hukum akan ada badan khusus untuk menangani sengketa pilkada serentak. Tapi yang jelas, untuk perkara sengketa pemilu, MK akan tetap konsisten menangani. Karena hal ini merupakan perintah Konstitusi,” tegas Bisar.
Usai menyampaikan materi, Bisar membuka sesi tanya-jawab untuk para mahasiswa dan berdiskusi mengenai Hukum Acara MK. Kemudian ada pertanyaan yang diajukan mahasiswa mengenai wewenang MK dan dijawab secara gamblang dan sederhana oleh Bisar.
Dalam pertemuan itu, Bisar tidak hanya membahas mengenai sejara lahirnya MK di dunia dan Indonesia, tetapi juga menerangkan mengenai sejumlah putusan MK yang fenomenal. Di antaranya putusan MK mengenai UU Perkawinan terkait anak di luar nikah.
Selanjutnya, para mahasiswa juga diajak mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi yang berada di lantai 5 dan 6 Gedung MK. Tujuannya untuk melihat secara jelas mengenai sejarah Mahkamah Konstitusi di Indonesia termasuk sejarah Konstitusi. (Nano Tresna Arfana/LA)