JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari mahasiswa Universitas Negeri semarang (Unnes), Senin (19/8/2019). Kunjungan 30 mahasiswa tersebut dalam rangka memperdalam ilmu terkait MK dan isu konstitusi.
Para Mahasiswa datang ke MK dalam agenda Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang merupakan salah program perkuliahan. Selain MK, mereka berencana mengunjungi lembaga negara lainnya di Jakarta.
Peneliti MK Abdul Ghofar hadir menyambut mereka di Ruang Delegasi Lantai 4 Gedung MK. Di awal pemaparan, Ghofar menjelaskan beberapa fungsi MK. Yakni sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), penafsir final konstitusi (the final interpreter of the constitution), pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights), pelindung hak konstitutional warga negara (the protector of the citizen’s constitutional rights), dan sebagai pelindung demokrasi (the protector of democracy).
Sebelum ada MK, kata Ghofar, penafsir konstitusionalitas undang-undang (UU) adalah presiden. Kewenangan presiden sangat besar. Saat itu, proses pembentukan UU diajukan oleh presiden. Kemudian dimasukkan ke DPR untuk disahkan. Jika sebuah UU sudah disetujui, tidak ada peluang lagi untuk membatalkannya.
“Ketika MK sudah berdiri, kondisinya berbeda. Karena MK dapat membatalkan suatu undang-undang jika dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya. Berdirinya MK, kata dia, efek dari pergolakan reformasi. Dimana antarlembaga negara menjadi ada proses check and balance. Selain itu MPR sebagai lembaga tertinggi negara menjadi dihapuskan.
Dirinya pun menyinggung tentang isu amendemen terbatas UUD 1945 yang lama. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan dihidupkan kembali. Menurut Ghofar hal ini akan membuat pertentangan bagi presiden. Sebab menilik sistem presidensial sekarang, arah negara berdasar visi-misi presiden yang telah dirumuskan sendiri. “Namun jika dihidupkan kembali GBHN, maka presiden menjadi beracuan pada GBHN karena menjalankan mandataris dari MPR,” tegasnya. (Arif Satriantoro/NRA)