JAKARTA, HUMAS MKRI - Para mahasiswa Asian Law Students Association Universitas Diponegoro (ALSA UNDIP) Semarang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (19/8/2019). Peneliti MK Irfan Nurachman menerima kedatangan para mahasiswa di Ruang Delegasi Gedung MK dan menjelaskan berbagai hal terkait pemilihan umum (pemilu).
“Ternyata pemilu di Indonesia sungguh luar biasa. Instrumen hukum pemilu di Indonesia sangat lengkap. Bicara studi komparatif dengan negara-negara yang sudah eksis secara demokrasi, misalnya Austria maupun Jerman, ternyata instrumen hukum pemilu tidak selengkap dibandingkan dengan di Indonesia,” papar Irfan kepada 56 mahasiswa UNDIP.
Dikatakan Irfan, bahkan MK di sejumlah negara melakukan terobosan hukum karena instrumen hukum pemilunya tidak selengkap di Indonesia. “Pengalaman kita menyelenggarakan pemilu serentak tahun ini, kemudian pemilu secara langsung sejak reformasi, ini menjadikan kita semakin dewasa dalam berdemokrasi. Kita mendapat pengakuan internasional, bahwa proses demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik. Salah satu tolok ukur terselenggaranya demokrasi yang baik, ketika suksesi pemerintahannya dilaksanakan oleh mekanisme pemilu,” ujar Irfan.
“Bisa dibayangkan, pemilu serentak berupa pemilu presiden dan pemilu legislatif diselenggarakan dalam satu hari. Tahun 2024 nanti bukan hanya pemilu presiden dan pemilu legislatif saja, tetapi pemilihan kepala daerah itu nanti serentak,” tambah Irfan.
Bicara masalah pemilu serentak, lanjut Irfan, menjadi ujian luar biasa bagi MK karena baru pertama kali menangani sidang perselisihan hasil pemilu serentak. Ketika kandidat presiden hanya dua orang, kemudian masyarakat terbelah ke dalam dua kubu.
“Bukan hanya calon presiden saja yang bersitegang, namun para pendukungnya juga ikut bersitegang. Ini adalah ancaman serius bagi demokrasi. Ternyata alhamdulillah setelah ada gugatan di MK, kemudian MK memutuskan perkara-perkara sengketa pemilu dan semua pihak bersepakat untuk melupakan segala permasalahan dalam pemilu,” jelas Irfan.
Pada pertemuan itu, Irfan menjelaskan sejarah terbentuknya MK di Indonesia. Bermula dari amendemen UUD 1945 yang dilakukan empat tahap, mulai tahun 1999 hingga 2002. Amendemen UUD 1945 antara lain mengubah pasal bersifat multitafsir tentang masa jabatan Presiden. Sebelum UUD 1945 diamendemen, setelah lima tahun menjabat, Presiden dapat dipilih kembali secara terus menerus lebih dari tiga periode. Namun setelah dilakukan amendemen UUD 1945, masa jabatan Presiden paling lama 10 tahun atau dua periode.
Selain itu amendemen UUD 1945 membawa perubahan besar bagi lembaga-lembaga negara di Indonesia. MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, namun kedudukannya setara dengan lembaga-lembaga negara lainnya seperti dengan MK, MA, DPR, Presiden dan lainnya.
Selanjutnya, dibentuklah MK Republik Indonesia pada 13 Agustus 2003, seiring terbentuknya UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 disebutkan kewenangan MK yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Tujuan dilakukan uji undang-undang adalah untuk melindungi hak warga negara dari undang-undang yang dirugikan. Sejauhmana undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
Kewenangan MK berikutnya, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Selain itu, MK memutus pembubaran parpol dan perselisihan hasil pemilu. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR apabila Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum. (Nano Tresna Arfana/LA)