[JAKARTA] Undang-undang Pelayaran tetap disahkan meskipun mengundang aksi protes dari serikat pekerja Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai, UU Pelayaran bukan saja bertujuan untuk mengembangkan dunia pelayaran Indonesia, tapi juga menjadi jawaban bagi kebutuhan dunia pelayaran Indonesia.
"Ini merupakan suatu bentuk kesiapan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi untuk bersaing di bidang pelayaran," kata Ketua Komisi V DPR, Ahmad Muqowam, yang ditemui SP di sela-sela Sidang Paripurna DPR mengenai rancangan UU Pelayaran di gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/4).
UU itu juga katanya, telah mengakomodasi aspirasi serikat pekerja PT Pelindo. "UU Pelayaran ini adalah political will dari pemerintah untuk melakukan pembenahan secara dunia pelayaran kita secara menyeluruh. UU ini mengandung seluruh kebutuhan demi kemajuan dunia pelayaran Indonesia, termasuk aspirasi dari teman-teman Pelindo. UU ini juga sebagai bentuk kesiapan kita, bangsa Indonesia, untuk menghadapi tantangan global dan keinginan untuk berkompetisi dengan sehat," ujar Muqowam.
Revisi UU Nomor 21 Tahun 1992 merupakan upaya memperbaiki pelayaran sebagai satu sistem, yang terdiri dari angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, dan perlindungan lingkungan maritim. "Banyak fakta yang menunjukkan bahwa aturan-aturan sebelumnya belum menjadi satu kesatuan sistem yang kondusif. Makanya, Komisi V menyimpulkan, UU Pelayaran ini harus memuat empat poin yang dianggap krusial, yang belum ada sebelumnya," tutur Muqowam.
Pasal krusial tersebut, kata anggota Komisi V dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Abdulah Azwar Anas, tertuang dalam Pasal 344 ayat 1, 2, 3, 4 dan telah disempurnakan. Begitu pun dengan Pasal 90 ayat 1, 2, 3, 4, yang dia anggap telah menampung aspirasi Serikat Pekerja Pelindo.
"Dengan UU Pelayaran, ada satu atap penanganan masalah, sehingga tidak ada tumpang-tindih antara aturan yang satu dengan lainnya, seperti yang banyak terjadi selama ini. Kami mendukung, dan akan mengawal UU ini ke depan," kata Azwar.
Meski demikian, anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golongan Karya, Josef Adreanus Nae Soi mengungkapkan, ke depan, agar tidak terjadi pencampuradukan antara tugas pemerintah dan tugas pelabuhan. Oleh karena itu, wewenang pemerintah hanya dapat diserahkan kepada badan usaha milik negara (BUMN).
Liberalisasi
Sementara itu, sekitar 700 pengunjuk rasa dari Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dari Sabang sampai Merauke kembali melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Selasa (8/4). Dalam orasinya, mereka menuntut agar Panitia Kerja (Panja) RUU Pelayaran membatalkan pengesahan RUU tersebut, karena dinilai berbau modal asing atau liberalisme.
"Jika tidak, kami akan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia III, Agus Hermawan dalam orasinya di hadapan ratusan pengunjuk rasa.
Selain itu, mereka juga meminta agar mengembalikan kewenangan Pelindo sebagai pengelola pelabuhan, dan meminta BPK mengaudit Dephub, yang berkaitan dengan pelaksana teknis yang mengelola lebih kurang 2.000 pelabuhan.
Selain berorasi, para pengunjuk rasa juga membawa spanduk yang bertuliskan antara lain "Tolak RUU Pelayaran", "Indonesia akan kembali terjajah dengan UU Pelayaran baru ini", "Awas Sindikat Asing Dibalik RUU Pelayaran".
Terkait aksi protes Serikat Pekerja Pelindo itu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mencoba menepiskan kekhawatiran Serikat Pekerja Pelindo dengan menegaskan bahwa tidak akan ada liberalisasi dalam proses penerapan UU itu. Pemerintah, kata dia, hanya menginginkan partisipasi peran swasta dan pemerintah daerah (pemda) dalam kegiatan pelabuhan dan pelayaran.
"Tidak mungkin ada liberalisasi dalam konteks UU 1945. Jadi, yang kita inginkan adalah partisipasi swasta dan pemda di dalam melakukan investasi di pelabuhan. Atas dasar itu terjadi sekarang pengelola pelabuhan itu tidak lagi tunggal. Jadi, Pelindo itu memiliki kawan untuk melakukan kompetisi yang sehat," ujar Jusman.
Selain itu, Jusman menegaskan, berdasarkan UU tersebut, seluruh kegiatan yang selama ini dilakukan Pelindo akan tetap dilakukan oleh BUMN tersebut. "Sebetulnya, tidak akan ada pengurangan pegawai Pelindo," tukasnya.
Hal senada disampaikan, Muqowam. Menurut dia, ada peluang regulasi dan peluang operasional yang bisa dilakukan pemda. Dengan UU Pelayaran, berarti terbukanya peluang kepada pemda untuk berperan serta dalam pengembangan pelayaran, melalui unit penyelenggaraan pelabuhan di daerah masing-masing. [CNV/N-6]
Sumber www.suarapembaruan.com (09/04/08)
Foto http://www.kapanlagi.com/h/0000181146.html