JAKARTA--MI: Pemerintah diberi kewenangan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jika harga minyak jauh di atas US$100 per barel. Opsi kenaikan harga BBM tersebut tertuang di dalam undang-Undang APBNP 2008.
Di dalam pasal 14 ayat 2 UU APBNP menyatakan, jika terjadi perubahan harga minyak yang sangat signifikasi dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan di bidang subsidi BBM atau langkah-langkah lainnya untuk mengamankan pelaksanaan APBN 2008.
Yang dimaksud dengan perubahan yang signifikan adalah jika perkiraan kenaikan harga rata-rata minyak mentah Indonesia dalam satu tahun di atas USS$100 per barel yang berdampak pada pelampauan beban subsidi.
Tiga kebijakan yang diambil yakni kebijakan dalam rangka pengendalian volume BBM bersubsidi, kebijakan harga BBM bersubsidi, dan kebijakan fiskal lain yang terkait.
"Jadi, kenaikan harga BBM merupakan bagian dari menu yang digelar di APBNP 2008. Menurut undang-undang, pemerintah dipersilahkan mengambil kebijakan itu," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Anggito Abimanyu di Jakarta, Rabu (9/4).
Subsidi BBM di APBNP 2008 meningkat menjadi Rp126,8 triliun. Angka ini jauh di atas angka subsidi BBM di APBN 2008 yang hanya Rp42,08 triliun. Sedangkan subsidi listrik di APBNP 2008 menjadi Rp60,3 triliun, padahal sebelumnya hanya Rp29,8 triliun di APBN 2008.
Karena itu, untuk menekan angka subsisi, pemerintah melakukan kebijakan pengendalian subsidi BBM dengan menggunakan smart card, kartu kendali, dan konversi minyak tanah ke LPG. Pengendalian subsidi juga dilakukan dengan menurunkan alpha BBM menjadi 9% dan alpha HSD-PLN 5%, dan lampu hemat energi.
Namun di sisi lain, tingginya harga minyak dunia menaikkan penerimaan migas Indonesia sehingga Indonesia mendapatkan windfall profit dari migas. Total penerimaan migas dengan harga minyak mentah Indonesia rata-rata US$95 per barel mencapai Rp257,1 triliun. Sedangkan pengeluaran minyak hanya Rp220,7 triliun. "Artinya, kita mendapatkan windfall profit Rp36,48 triliun. Penerimaan lebih besar dari pengeluaran," kata dia.
Pemerintah juga telah menghitung total peneriman migas dan pengeluaran subsidi BBM dan listrik dengan menggunakan asumsi harga minyak ICP US$100 per barel. Total penerimaan migas mencapai Rp273,1 triliun dan pengeluaran minyak Rp242,4 triliun. Sehingga, windfall profit dengan harga minyak US$100 per barel mencapai Rp30,7 triliun. "Jadi, dengan harga minyak US$100-US$110 per barel, kita masih aman karena ada windfall profit," katanya.
Sementara itu, Ketua Panggar Emir Moeis mengakui adanya opsi kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun, itu adalah opsi terakhir yang diambil pemerintah. Opsi yang pertama harus diambil pemerintah adalah penghematan kementerian dan lembaga negara, menaikkan penerimaan, atau menambah utang. "Jadi, kenaikan harga BBM opsi terakhir," katanya. (Ray/OL-2)
Reporter: Heni Rahayu
Sumber www.mediaindonesia.com (09/04/08)
Foto http://mamanara.blogspot.com/2005_11_01_archive.html