JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Caleg DPD RI Nusa Tenggara Barat atas nama Farouk Muhammad. Dalam sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019 dengan Nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan pertimbangan hukum Mahkamah.
Setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama, lanjut Suhartoyo, terkait dengan dalil dugaan pelanggaran yang dilakukan Caleg DPD RI NTB Nomor Urut 26 Evi Apita Maya (Pihak Terkait 1) dengan pengeditan pas foto di luar batas kewajaran dan Caleg DPD RI NTB Nomor Urut 35 Lalu Suhaimi Ismy (Pihak Terkait 2) dengan menyertakan pas poto lama, Mahkamah berpendapat pelanggaran tersebut merupakan jenis pelanggaran administrasi yang seharusnya diselesaikan di Bawaslu. “Jika pun hal tersebut dinilai sebagai pelanggaran, tentu Bawaslu akan mendapatkan laporan dari masyarakat,” jelas Suhartoyo.
Lebih lanjut, Mahkamah pun menjabarkan bahwa dugaan yang didalikan Pemohon tersebut baru dilaporkan Saksi Pemohon setelah terjadinya pemungutan suara. Dalam keterangannya, KPU (Termohon) menyatakan pihaknya telah secara terbuka mengumumkan pula daftar calon sementara DPD RI pada masyarakat sebagai upaya memenuhi asas transparansi dan publisitas dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang adil dan jujur.
“Sehingga, Mahkamah menilai akan sulit mengukur pengaruh foto dengan tingkat keterpilihan calon. Sebab, setiap pemilih memiliki preferensi dalam memilih dan hal tersebut pun dijamin undang-undang,” terang Suhartoyo dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Signifikansi Suara
Terkait dengan dalil lainnya mengenai penggunaan lambang negara pada alat peraga kampanye oleh Pihak Terkait 1, Mahkamah pun menilai pelanggaran sengketa ini tergolong pada jenis pelanggaran dalam proses pemilihan umum yang harus dilaporkan pada Bawaslu. Berikutnya terkait dengan adanya dugaan bagi-bagi uang yang dilakukan Pihak Terkait 1, Mahkamah pun kembali berpendapat pelanggaran jenis ini harus dilaporkan ke Bawaslu dan Gakkumdu.
“Terhadap masing-masing dalil dan pelanggaran, Mahkamah tidak bisa menilai adanya signifikansi pada perolehan suara Pemohon. Oleh karena Mahkamah berpandangan dalil tidak relevan, sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut dan permohonnan dinyatakan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” jelas Suhartoyo. (Sri Pujianti/LA)