JEFFRIE GEOVANIE
Intelektual Muda Partai Golkar & Muhammadiyah
RAPAT Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (1/4) lalu secara aklamasi menyetujui perubahan kedua Undang-Undang No. 32 tahun 2004 me¬ngenai Pemerintahan Daerah (Pemda). Perubahan ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Juli 2007 silam, yang membuka pe¬luang calon independen dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Selamat datang calon independen!
Paling cepat Juli 2008, setelah Presiden Yudhoyono menandatangani hasil keputusan itu, sudah tidak ada lagi hambatan bagi calon independen untuk maju dalam Pilkada, setidaknya secara legal formal.
Adapun yang bersifat teknis di lapangan, seperti menghimpun du¬kungan melalui pengumpulan KTP, tanda tangan, cap jempol, atau da¬lam bentuk yang lain -sebagaimana pernah dilakukan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada pemilu 2004- lebih merupakan tantangan ketimbang hambatan. Atau sekadar menjadi bukti bahwa tidak semua ouang bisa seenaknya mencalonkan diri melalui jalur in¬dependen. Untuk menjadi calon independen, dibutuhkan dukungan minimal antara 3 persen hingga 6,5 persen.
Di luar soal dukungan minimal itu, yang lebih panting, terbukanya pe¬luang calon independen diharapkan bisa mendorong partai-partai untuk introspeksi sekaligus mawas diri. Upaya partai-partai dalam menghambat calon-calon yang bagus melalui mekanisme oligarkis tidak akan mempan.
Calon-calon yang bagus, meskipun kemungkinan akan dihambat oleh partai, tetap bisa maju melalui jalur independen. Dengan tampilnya calon independen, pilkada pasti akan lebih menarik karena kaya akan sumber pemimpin. Rakyat juga pasti lebih senang karena akan mene¬mukan banyak pilihan. Rakyat tentu akan merasa lebih mudah memilih siapa calon yang dianggap paling baik dari calon-calon yang tersedia.
Pada beberapa bulan mendatang, panggung pilkada akan menjadi ujian bagi partai dan calon-calon kepala daerah yang diusungnya. Tak ada gunanya lagi partai menafikan calon yang mendaftarkan diri. Dan, bagi calon yang berasal atau diusung partai pun tak perlu lagi "memborong" tiket partai-partai untuk meminimalkan persaingan sebagaimana pernah terjadi dalam Pilkada Provinsi DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Setelah calon independen diperbolehkan maju dalam pilkada, mung¬kinkah calon presiden dan wakil presiden maju melalui jalur independen? Tentu akan lebih baik jika ketentuan mengenai calon independen juga berlaku dalam pilpres. Artinya, tak ada salahnya jika segera diagendakan perubahan konstitusi untuk memberi ruang bagi calon presiden dan wakil presiden yang bukan berasal dan partai politik.[]
sumber: HU Rakyat Merdeka / Rabu, 9 April 2008
foto: myaminpsetia.blogspot.com