JAKARTA (SINDO) Dephub segera melakukan audit sekaligus inventarisasi aset milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV.
Audit dilakukan sesuai amanat pasal 344 ayat 2B dalam UU Pelayaran yang telah disahkan DPR. Pasal tersebut menyebutkan, audit dilakukan secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan usaha pelabuhan.
Audit akan dilakukan KementerianNegaraBUMNselama tiga tahun setelah RUU ini diundangkan, ujar Menteri Perhubungan (Menhub) JusmanSyafiiDjamalseusairapat paripurna pengesahan RUU Pelayaran di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan,audit diperlukan untuk mengetahui batas wilayah kerja antara pemerintah sebagai regulator dan Pelindo selaku operator. Selain itu juga untuk melihat kemampuan aset penunjang operasional Pelindo. Penetapan batas wilayah tersebut terkait pengambilalihan fungsi regulator dalam tubuh Pelindo sehingga berdasarkan UU Pelayaran Pelindo hanya boleh bertindak sebagai operator.
Adapun fungsi regulator ini,menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut Dephub Effendi Batubara di antaranya terkait urusan kepabeanan, karantina, dan pengawasan keselamatan di lingkungan kerja pelabuhan. Dalam waktu satu tahun setelah UU diundangkan, pemerintah akan membentuk otoritas pelabuhan yang akan menjalani fungsi regulator tersebut.
UU hasil revisi UU Pelayaran No 21/ 1992 ini sekaligus menghapus era monopoli pengelolaan pelabuhan oleh Pelindo,karena memberi izin bagi swasta untuk terlibat sebagai operator pelabuhan. Namun, keterlibatan swasta hanya diizinkan pada wilayah pelabuhan yang tidak dikelola Pelindo.
Effendi mengatakan, saat ini Pelindo mengelola 114 pelabuhan dari total 141 pelabuhan di seluruh Indonesia. Adapun sisanya dikelola negara melalui kantor pelaksana pelabuhan.
Pelabuhan Batam, misalnya, itu dikelola negara,ujar dia. Direktur Utama Pelindo II Abdullah Syaifuddin enggan berkomentar panjang saat diminta tanggapannya soal rencana audit tersebut. Diaudit kok tidak terima? Ya terimalah, katanya sambil berlalu.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPP INSA Oentoro Suryo mendukung pengesahan RUU ini karena banyak pasal yang memihak pada pelayaran nasional. Di antaranya, pada pasal 60 yang menyebutkan, kapal yang telah didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal.
Dengan begitu, kami harap penyandang dana tidak ragu lagi mengucurkan kredit,ujarnya. Seluruh fraksi yang hadir dalam rapat paripurna kemarin menyetujui pengesahan RUU Pelayaran tersebut. Anggota Fraksi PDI-P Rhendy Lamadjido saat menyampaikan pendapat akhir fraksi menyatakan dukungannya, namun meminta DPR melakukan uji materiil atas RUU tersebut.
PDI-P setuju tetapi kami meminta agar ada ruang untuk uji materiil guna memastikan tetap terselenggaranya kedaulatan ekonomi RI terkait ancaman liberalisasi pelabuhan, tutur dia. Permintaan ini disambut tepukan tangan oleh tiga orang perwakilan Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan dan Pengerukan Indonesia yang sampai terakhir pengesahan tetap menolak RUU tersebut.
Sebelum rapat paripurna digelar,mereka menggelar aksi demo di depan gedung DPR. Dalam pernyataan sikapnya, Ketua Gabungan Serikat Pekerja Sudjarwo mengatakan, UU tersebut justru menciptakan monopoli baru oleh swasta.Dia tetap meminta pemerintah meninjau ulang UU tersebut.
Menhub mengatakan,UU yang dibahas selama sembilan bulan sepuluh hari ini telah menyerap seluruh aspirasi publik sehingga tidak perlu lagi dilakukan uji materiil di tingkat Mahkamah Konstitusi.Hal senada diungkapkan Effendi Batubara. Untuk apa lagi (uji materiil)? Tetapi kita serahkan kepada DPR saja,ujarnya. (meutia rahmi)
Sumber www.seputar-indonesia.com
Foto http://www.google.co.id