JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2019 (PHPU Legislatif 2019) untuk Provinsi Sulawesi Tenggara, pada Senin (29/7/2019). Sidang Panel 3 dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams. Agenda sidang adalah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, Termohon, dan keterangan Bawaslu.
Sebelumnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam permohonan perkara Nomor 13-01-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 mempermasalahkan suara mereka yang berkurang di Daerah Pemilihan (Dapil) Buton Tengah 3, yakni untuk memperebutkan kursi DPRD.
Saksi Pemohon Basyarun menyebut ada 7 orang pemilih dari luar Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang ikut memilih. Hal ini terjadi di TPS 01 Lakorua Kecamatan Mawangsa Tengah. “Mereka merupakan DPK. Namun setiap orang semuanya diberikan 5 kertas suara,” jelasnya.
Hal tersebut sempat memicu perdebatan di sana. Kemudian seluruh pihak mencoba mengecek status KTP daerah asal 7 orang tersebut. “Namun jaringan internet disana eror sehingga tidak dapat melakukan pengecekan online terkait status KTP 7 orang tersebut,” jelasnya. Meski demikian, kata dia, ketujuh orang tersebut tetap mencoblos di sana.
Basyarun yang juga merupakan Caleg Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menyebut adanya keberatan saat rekapitulasi suara di PPK. Pihaknya juga melaporkan hal ini ke Panwascam. Kemudian keluar rekomendasi untuk pemungutan suara ulang (PSU).
“Sayangnya KPU Setempat tak melaksanakan PSU ini. Dalihnya karena tak memenuhi syarat formil,” ujarnya.
Saksi Pemohon lainnya Armaddin menyatakan hal serupa. Sebagai saksi mandat untuk Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), Armaddin menerangkan masalah seperti yang diuraikan saksi pertama. Meski demikian, Armaddin tidak mengetahui partai politik yang diuntungkan dengan terjadinya peristiwa tersebut.
“Atas hal ini keluar juga putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan KPU Buton Tengah melanggar etik. Tapi saya tidak tahu sanksi detailnya seperti apa,” tegasnya.
Perwakilan KPU Buton Tengah Laode Abdul Jinani menyatakan alasan mengapa pihaknya tak mau melakukan PSU. Sebab tidak memenuhi syarat formil yakni keberatan yang dipermasalahkan Pemohon tidak dituangkan dalam formulir C2.
Terkait 7 orang pemilih tambahan di sana, kata dia, tidak ada yang bermasalah. Sebab mereka tidak semuanya mendapat 5 kertas suara. “Dua orang hanya mendapat satu kertas suara,”jelasnya.
Orang pertama, kata dia, adalah memegang form A5 pindahan. Orang kedua merupakan penduduk sana dan baru memiliki KTP. Adapun lima orang sisanya, memiliki KTP Elektronik setempat. Pihaknya pun mengaku jika 7 orang yang mencoblos di sana sudah didiskusikan dahulu dengan pengawas PPS.
Sementara Ketua Bawaslu Buton Tengah Helius Udaya menjelaskan beberapa temuannya. Yaitu 2 orang yang mendapat satu kertas suara memiliki masalah. “Satu orang terdaftar bukan di TPS 01, tetapi di TPS 02. Satu lagi adalah orang berKTP Papua. Ini sesuai dari Portal KPU,” jelasnya.
Terkait sanksi DKPP, dirinya menyebut bentuknya adalah teguran saja untuk KPU Buton Tengah.
Selain perkara dia atas, digelar sidang untuk perkara Nomor 180-04-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 atas nama perseorangan Kanna. (Arif Satriantoro/NRA/RD)