JAKARTA, HUMAS MKRI - Ombudsman melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (25/7/2019) pagi di Ruang Rapat Gedung MK. Rombongan Ombudsman yang dipimpin oleh Kepala Biro Humas dan IT Wanton Sidauruk disambut langsung oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dengan didampingi oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Rubiyo, Kepala Biro Keuangan dan Perencanaan Tatang Garjito, Kepala Biro Umum Mulyono, Inspektur Pawit Haryanto, Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Wiryanto, Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Kurniasih Panti Rahayu serta sejumlah staf IT dan arsiparis.
Wanton menyampaikan kedatangan pihaknya tersebut bertujuan hendak mempelajari implementasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD) di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK. Menanggapi hal tersebut, Guntur pun berbagi pengalaman mengenai implementasi SIKD yang diterapkan MK sejak 2017. Ia menjelaskan bahwa sejak berdirinya MK, Ketua MK periode pertama Jimly Asshiddiqie sudah membentuk MK sebagai peradilan yang modern, transparan dan terpercaya. Menurutnya, implementasi SIKD merupakan salah satu bagian dari perwujudan MK sebagai peradilan modern. “Kemudian, seiring pula dengan sistem peradilan berbasis elektronik sebagaimana cita-cita Pemerintah. Sebelumnya, MK pun sudah lama mempergunakan video conference di perguruan tinggi, meski banyak pro dan kontra,” ujar Guntur.
Guntur pun mengungkapkan tantangan terbesar dari penerapan SIKD adalah mindset para pegawai yang belum meyakini keberhasilan sistem SIKD. Ia menilai ada ketidakinginan menggunakan sistem dikarenakan anggapan belum bekerja jika tidak ada tumpukan berkas di meja. “Mindset kita kebanyakan, dengan banyak tumpukan berkas, maka sudah bekerja keras. Padahal sebenarnya kita harus bekerja keras dan bekerja cerdas,” tegasnya.
Untuk itu, lanjut Guntur, guna mengatasi tantangan ini diperlukan adanya komitmen dari pimpinan. Menurutnya, pimpinan harus tegas menerapkan SIKD sehingga dapat berjalan. “Jika perlu jangan menolerir permintaan tanda tangan basah, tetapi minta dengan menggunakan tanda tangan digital,” sebut Guntur mencontohkan.
Meski tantangan yang dihadapi sangat besar, Guntur menyebut penerapan SIKD mempunyai banyak manfaat. Pertama, tanda tangan digital dipergunakan untuk mengganti tanda tangan basah. Hal ini, lanjutnya, lebih memudahkan dalam membentuk budaya peduli SIKD. Guntur menegaskan bahwa tanda tangan digital maupun dokumen elektronik memiliki keabsahan sama dengan tanda tangan basah atau biasa dikenal dengan Original Valid Otentik (OVO).
“Tanda tangan atau dokumen elektronik sama dengan Original Valid Otentik (OVO) dan lebih mudah untuk diidentifikasi keasliannya. Tanda tangan elektronik ini tidak bisa dipalsukan apalagi MK sudah bekerja sama dengan BSSN terkait pemeriksaan keaslian dan bisa langsung diidentifikasi melalui QR Code,” ungkap Guntur.
Dampak besar lainnya dalam penggunaan SIKD di MK adalah terjadi efisiensi penggunaan kertas (less paper office) karena semua berkas sudah diransfer ke dalam file untuk dimasukkan ke dalam SIKD. Tak hanya itu, SIKD juga mengurangi jumlah penumpukan berkas. Guntur juga menambahkan keuntungan penggunaan SIKD terkait waktu dan ruang. “Pekerjaan surat-menyurat bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, Guntur menyampaikan bahwa MK menerapkan SIKD dari ANRI sejak 2017. Akan tetapi, lanjutnya, seiring perjalanan beberapa perubahan dilakukan MK terkait aplikasi SIKD agar sesuai dengan kebutuhan MK. Beberapa perubahan yang dilakukan adalah fitur draft naskah dinas, pengintegrasian nomor surat dan sertifikasi tanda tangan digital. “Kami mengembangkan aplikasi SIKD menyesuaikan kebutuhan MK,” ujarnya.
Selama dua tahun penggunaan SIKD di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, tercatat sebanyak 12.063 surat usulan telah masuk; 99.763 surat tindak lanjut; 12.936 file dalam bentuk digital terunggah dalam sistem; serta 361 orang pengguna aktif.
Mengedepankan Tranparasi
Terkait dengan SIKD, Guntur pun memaparkan fitur dalam laman MK yang merupakan bagian dari visi MK untuk menjadi peradilan yang modern dan transparan. Ia pun menyarankan jika Ombudsman hendak menjadi lembaga yang transparan, maka Ombudsman harus terbuka kepada publik. MK sudah melakukan ini dengan menyiapkan berbagai fitur di laman MK (mkri.id) yang bisa diakses oleh masyarakat. Misalnya, Guntur mencontohkan adanya Fitur LHKPN yang terintegrasi dengan sistem pelaporan yang dimiliki oleh KPK. Fitur LHKPN ini terintegrasi dengan SIGAPP (Sistem Informasi Gaji Pegawai dan Pejabat) yang memuat besaran gaji dan tunjangan pegawai dan pejabat di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK.
“Apa yang dibutuhkan masyarakat terkait dengan MK dapat diakses melalui laman MK. Terkait transparansi, MK Jerman memuji transparansi MKRI. MK Jerman hanya membuka persidangan hanya dari pembukaan sidang di awal. Jalan persidangan bersifat tertutup. Berbeda halnya dengan MKRI yang membuka persidangannya secara umum kepada masyarakat,” ujarnya.
Pernyataan ini pun diaminkan oleh Kepala Biro Humas dan IT Ombudsman Wanton Sidauruk usai melihat dan mendengar pemaparan langsung mengenai SIKD dan penerapannya di MK. Ia mengungkapkan kekagumannya pada tingkat transparansi MK. “Saya awalnya berpikir transparansi, ya terbuka saja. Tapi begitu melihat besaran gaji pegawai pun dapat diakses masyarakat, saya jadi berpikir level transparansi MK ini sudah jauh berbeda,” ucapnya.
Selain itu, terkait pemaparan mengenai SIKD dan implementasinya, Wanton menyebut dari filosofi dan praktiknya, MK telah menunjukkan good governance. “Memang tidak salah MK menjadi salah satu yang terbaik sistem peradilan modern berbasis teknologi. Transparansi bahkan gaji dan LHKPN bisa diakses publik, MK level transparansinya sudah terlihat beda dan harus ditiru,” ungkapnya.
Untuk diketahui, keberadaan aplikasi SIKD untuk mendukung program RPJMN Pemerintah dalam kerangka e-Government, yaitu pengelolaan arsip elektronik yang tertib di setiap Kementerian/Lembaga Pemerintah pusat dan daerah, Perguruan Tinggi dan BUMN/BUMD. Selain itu, aplikasi ini sangat penting sebagai jantung pendokumentasian rekaman informasi di setiap lembaga, dan sangat penting diimplementasikan untuk bisa mengelola arsip yang tercipta. Aplikasi SIKD telah banyak digunakan oleh Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, BUMN dan BUMD, dan Lembaga Kearsipan Provinsi dan Kabupaten/Kota. (Lulu Anjarsari)