JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPR-DPRD 2019, Rabu (17/7/2019). Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Pihak Terkait, hadir untuk memberikan jawaban dan keterangan terhadap dalil Pemohon.
Sidang Panel 3 bertempat di Ruang Sidang Lantai 4 Gedung MK. Persidangan digelar untuk perkara yang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Panel ini terdiri Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi Suhartoyo, serta Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Sebelumnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam perkara Nomor 13-01-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 mendalilkan adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) Siluman di TPS 1 dan TPS 3 Kelurahan Doule, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Bombana. PKB menuding hal Ini menguntungkan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Suara PDIP bertambah dari 1.472 suara menjadi 1.510.
PKB menyebut ada kesepakatan untuk melakukan PSU, tetapi bukan di dua TPS tersebut. PSU digelar di 5 TPS yakni TPS 3 Desa Langkolawa, TPS 5 Desa Teppoe, TPS 5 Desa Baliara Selatan, TPS 1 dan TPS 3 Desa Lora.
PKB pun meminta MK menetapkan suara yang diperolehnya adalah 1.490 dan PDIP sebesar 1.472. Atau meminta MK memerintahkan KPU Bombana menyelenggarakan PSU kembali di 2 TPS tersebut.
Menanggapi permohonan PKB, kuasa hukum KPU (Termohon) Imam Munandar menyatakan permasalahan adanya PSU Siluman atau legalitas PSU tersebut merupakan pelanggaran administratif pemilu. Hal ini menjadi ranah kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sementara ranah MK adalah terkait hitungan suara.
“Kami Juga menegaskan tidak ada PSU Siluman. Sebab pelaksanaan PSU di TPS 1 dan TPS 3 Kelurahan Doule berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kecamatan Rumbia dan Rarowatu,” tegasnya. Imam juga menyebut sudah ada surat pemberitahuan dan surat permintaan saksi terkait hal tersebut.
Selain itu, lanjut dia, permohonan Pemohon tidak jelas (obscuur libel). Sebab sistematika permohonan cacat formil dan tidak sesuai dengan format yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2018.
“Selain itu, Pemohon juga tidak dapat menjelaskan hubungan kausalitas PSU dengan hilangnya kursi untuk PKB,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Bawaslu Sultra Hamiruddin Udu, saat menyampaikan keterangan di depan persidangan MK. Hamiruddin menegaskan tidak ada PSU illegal atau PSU Siluman. Kemudian Hamiruddin menjelaskan kronologi mengapa bisa terjadi PSU di TPS 1 dan TPS 3 Kelurahan Doule.
Di dua TPS tersebut, kata dia, ditemukan pemilih yang mencoblos menggunakan KTP Elektronik tanpa membawa formulir A5 KPU namun terdaftar dalam DPT di TPS lain. Mereka adalah Andi Indamuliawati dan Muhtar. “Atas alasan inilah Panwaslu setempat merekomendasikan PSU di sana,” tegasnya.
Di waktu yang sama digelar juga perkara Nomor 165-02-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Gerindra mempermasalahkan suara di Dapil 1 Kolaka Utara, Kabupaten Kolaka Utara, Dapil 6 Muna Kabupaten Muna. Perkara ini menyangkut sengketa antar sesama caleg Gerindra.
Pemohon meminta adanya Pemungutan Suara Ulang untuk Dapil 1 Kolaka Utara di TPS 9 Kelurahan Lasusua dan TPS 7 Desa Patowanua. Sementara untuk Dapil 6 Kabupaten Muna, Pemohon meminta MK menetapkan Caleg Gerindra Akhmad Mutakhir Latoa mendapatkan suara 589 dan Muhammad Ilham Tang mendapat 573 suara. Sebab ada penggelembungan suara yang merugikan Pemohon.
Menanggapi permohonan tersebut, KPU (Termohon) melalui kuasa hukum Dedy Mulyana menyatakan Pemohon tidak memiliki legal standing. Sebab Pemohon mengatasnamakan partai, namun di sisi lain yang dipermasalahkan adalah sengketa internal antar sesama caleg. “Partai politik tidak memiliki kedududan hukum mengajukan permohonan sengketa antar sesame caleg satu partai,” tegasnya.
Selain dua perkara PHPU di atas, Panel Hakim Konstitusi juga menggelar sidang untuk perkara Nomor 09-08-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), perkara Nomor 198-05-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan Partai Nasional Demokrat (Nasdem), perkara Nomor 141-09-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan Partai Persatuan Indonesia (Perindo), perkara Nomor 114-10-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan perseorangan Irpan, perkara Nomor 80-03-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), perkara Nomor 06-29/PHPU-DPD/XVII/2019 untuk DPD yang diajukan Fatmayani Harli Tombili, perkara Nomor 180-04-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan perseorangan Kanna, serta perkara Nomor 180-04-29/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan Partai Golongan Karya (Golkar). (Arif Satriantoro/NRA/RD)