JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD 2019 (PHPU Legislatif 2019), Selasa (16/7/2019). KPU selaku Termohon, Pihak Terkait, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hadir untuk memberikan jawaban atas dalil Pemohon. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.
Sebelumnya, Partai Bulan Bintang (PBB) dengan perkara Nomor 98-19-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 mempersoalkan kursi DPRD untuk Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah. Pada Dapil 1 Parigi Moutong, PBB mengklaim mendapat 3.292 suara, namun Termohon menetapkan suara mereka sebesar 1.963 suara.
Di Kecamatan Siniu, PBB mengaku suara mereka berkurang 106 suara. Tak hanya itu, pengurangan suara juga terjadi di Kecamatan Ampibabo sebesar 380 suara. Lalu, pengurangan suara juga terjadi di Kecamatan Parigi Selatan sebanyak 390 suara serta di Kecamatan Parigi berkurang 453 suara.
Sementara untuk Dapil Morowali Utara 1, PBB mengklaim mendapat 1.312 suara, tetapi Termohon menetapkan suara PBB sebesar 1.228 suara. Dia menyebut adanya penghilangan 12 suara bagi PBB di TPS 004 Kecamatan Petasia. Lalu, di beberapa TPS terjadi penambahan suara untuk Partai Nasdem TPS 005 Desa Bungintimbe, TPS 003 Kelurahan Kolonade, serta TPS 006 Desa Ganda-Ganda. Menanggapi ini, Imam Munandar selaku kuasa hukum Termohon menyatakan saksi PBB tidak pernah menyatakan keberatan saat perhitungan rekapitulasi suara. Lalu, KPU pun mempertanyakan alasan PBB mempermasalahkan hasil suara yang didapat di Kabupaten Parigi Moutong ke MK.
“Kami juga mempertanyakan klaim suara yang didapat Pemohon. Sebab itu merupakan hasil suara sebelum dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS Desa Sausu, TPS 04 Desa tolai, TPS 03 Desa Pinotu,” tegasnya.
Adapun untuk suara di Kabupaten Morowali Utara, Imam menegaskan dalil yang dituduhkan Pemohon tidak terbukti. “Misal di TPS 002 Kelurahan Ganda-Ganda. Sudah ada PSU ketika terbukti ada pemilih yang mencoblos menggunakan kartu keluarga (KK). Lalu, kata dia, di TPS 005 Desa Bungintimbe ada pembukaan kotak suara dan tak terbukti ada penambahan 11 suara untuk caleg Partai Nasional Demokrat (Nasdem),” jelasnya.
Kemudian kuasa hukum Partai Nasdem Abdul Rahman menyatakan permohonan Pemohon tidak berdasar karena Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya terkait suara mereka di Kabupaten Morowali Utara. Hal senada juga didalilkan oleh Ruslan Husen mewakili Bawaslu. Ia juga menegaskan bahwa Bawaslu tidak menemukan adanya pengurangan suara yang dialami Pemohon.
Sementara itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan nomor Perkara 204-11-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 mempermasalahkan suara di Daerah Pemilihan (Dapil) 4 Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulut untuk kursi DPRD. Pemohon mengklaim mendapat suara 1.372 suara di Kecamatan Kauditan dan Partai Demokrat mendapat 1.062 suara. Pemohon menyebut ada dua orang ber-KTP Papua yang diberikan 5 kertas suara oleh PPS Desa Treman. Selain itu, terdapat penambahan 6 suara yang janggal. Hal ini dinilai mengubah hasil suara Partai Demokrat di Kecamatan Kauditan menjadi 1.754 suara. Begitu juga terdapat penambahan 3 suara bagi Partai Demokrat di TPS 1 Dapil Kauditan 2. Berikutnya, Pemohon menyebut saksi mereka hanya mendapatkan fotokopi C1 di TPS 7. Begitu juga saat rapat pleno di tingkat kecamatan, semua saksi tidak diberikan form DAA1. PSI juga meminta MK memerintahkan Termohon melakukan Pemungutan Suara Ulang di TPS 1 Desa Treman, Kecamatan Kauditan.
Dedy Mulyana selaku kuasa hukum Termohon menyatakan tidak dapat menjelaskan korelasi dua orang ber-KTP Papua pasti memilih Partai Demokrat. Sehingga tak bisa disimpulkan jika pilihan mereka merugikan suara PSI.
Terkait kasus itu, kata Dedy, juga sudah ada putusan Bawaslu setempat yang menyatakan KPU Kabupaten Minahasa Utara tidak secara langsung melakukan kesalahan administratif, yakni kesalahan berada di tingkat KPPS. “Permohonan Pemohon juga tidak berdasar. Sebab mereka selama rekapitulasi suara tidak pernah menyatakan keberatan dan saksi mereka selalu menandatangani berita acara,” jelasnya.
Sementara Rony Eli Hutahaean selaku Kuasa Hukum Pihak Terkait menyebut Permohonan Pemohon kabur dan tidak jelas. Sebab tidak ada kesesuaian antara Posita dan Petitum. “Kami meminta MK menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegasnya mewakili Partai Demokrat.
Dalam sidang tersebut, Panel Hakim juga menggelar perkara yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Perkara lain yang digelar untuk Sulut adalah perkara Nomor 121-12-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Amanat Nasional (PAN), perkara Nomor 67-14-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Demokrat, perkara Nomor 133-09-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Selain itu, Panel Hakim juga memeriksa perkara Nomor 163-02-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), perkara Nomor 81-03-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), serta perkara Nomor 204-11-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Sementara perkara untuk Sulteng yang digelar adalah perkara Nomor 19-01-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Pemohon Perseorangan Syarif Hidayatullah, perkara Nomor 19-01-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), perkara Nomor 98-19-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Bulan Bintang (PBB), perkara Nomor 86-03-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan perkara Nomor 147-02-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). (Arif Satriantoro/LA/RD)