JAKARTA, HUMAS MKRI - Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon memberikan jawaban terhadap permohonan Calon Anggota DPD Dapil Papua, Carel Simon Petrus Suebu yang teregistrasi dengan nomor perkara 07-33/PHPU-DPD/XVII/2019. Demikian terungkap dalam persidangan lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR, DPD dan DPRD Provinsi Papua, Senin (15/7/2019) pukul 16.00 WIB untuk Panel 2. Sidang Panel 2 dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Manahan MP Sitompul.
KPU melalui kuasa hukum Fajrih Apriliansyah menilai permohonan Pemohon tidak memuat hasil penghitungan suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon dan hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon. Selain itu permohonan Pemohon tidak jelas dan tidak didukung bukti-bukti yang kuat. Misalnya, dalam permohonan disebutkan KPU Asmat tidak melaksanakan rapat pleno di Kabupaten Asmat namun melaksanakan rapat pleno di Kabupaten Mimika, sehingga mengakibatkan penggelembungan suara.
“Dalil tersebut tidak jelas dan tidak rinci terhadap suara siapa yang mengakibatkan penggelembungan suara, berapa kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Pemohon, hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon serta pengaruhnya terhadap suara Pemohon,” kata Fajrih.
Menurut Termohon, posita dan petitum Pemohon tidak jelas dan tidak sesuai terkait dengan permintaan pemungutaan suara ulang di 12 kabupaten dengan sistem Noken. Dalam posita Pemohon, diketahui Pemohon telah mempermasalahkan 13 kabupaten yang ternyata hanya 6 kabupaten yang menggunakan sistem Noken yaitu Kabupaten Puncak, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Tolikara.
“Karena ketidakjelasan dan ketidaksesuaian antara posita dan petitum dalam permohonan Pemohon, maka patut dan layak apabila permohonan dalam perkara a quo dinyatakan tidak dapat diterima,” tegas Fajrih.
Sementara itu Calon Anggota DPD Dapil Papua, Hasbi Suaib dalam permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 08-33/PHPU-DPD/XVII/2019. Dalam pokok permohonan, Pemohon mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pemilihan Anggota DPD Provinsi Papua 2019. Merujuk kepada berbagai yurisprudensi, yang dimaksud TSM adalah bersifat terstruktur, artinya pelanggaran dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun aparat penyelenggara pemilu secara kolektif dan bukan aksi individual. Sedangkan sistematis artinya pelanggaran, kecurangan benar-benar direncanakan secara matang. Kemudian bersifat masif, artinya dampak pelanggaran, kecurangan sangat luas dan bukan sporadis sehingga signifikan memengaruhi hasil Pemilu.
“Namun dalam posita permohonan, Pemohon tidak menguraikan bagaimana pelanggaran-pelanggaran a quo direncanakan, siapa yang merencanakan, kapan, di mana dan bagaimana perencanaan dimaksud, melibat aparat pemerintah secara struktural dan bagaimana secara signifikan pelanggaran-pelanggaran tersebut memengaruhi hasil Pemilu. Dengan demikian, dapat disimpulkan permohonan Pemohon sangat tidak jelas dan kabur,” kuasa hukum KPU, M. Imam Nasef.
Lain pula dengan tanggapan Termohon terhadap permohonan Partai Demokrat yang teregistrasi dengan nomor perkara 68-14-33/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 melalui kuasa hukum Miftakhul Huda. Dia menjelaskan bahwa dalam perbaikan permohonan Demokrat ada penambahan dapil baru.
“Kebiasaan adat di wilayah pegunungan Papua, pemungutan suara dilakukan dengan menggunakan sistem Noken dan Pemohon sebelum rekap di tingkat provinsi sudah mengetahui hasil perolehan suaranya,” ungkap Huda.
(Nano Tresna Arfana/NRA)