JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR-DPRD 2019 kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (11/7/2019) pukul 13.30 WIB untuk Panel 2. Hakim Konstitusi yang tergabung dalam panel ini yakni Hakim Konstitusi Aswanto sebagai Ketua Panel, bersama dua Anggota Panel, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku Pemohon perkara Nomor 78-03-30/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 diwakili kuasa hukumnya, Ridwan Darmawan. Ridwan mengungkapkan, di Kabupaten Pohuwato Dapil 1 terjadi penambahan suara untuk Partai Golongan Karya (Golkar) sebesar 40 suara sebagaimana yang ditetapkan KPU (Termohon).
“Berdasarkan sandingan DB1 Salinan, Termohon telah menambah suara sah Partai Golkar sebesar 40 suara di Dapil tersebut. Penambahan suara tersebut terjadi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Marisa, Kecamatan Patilanggio, Kecamatan Duhidas,” kata Ridwan kepada Panel Hakim Konstitusi.
Sedangkan untuk Dapil Gorontalo 4, PDIP memperoleh 1.693 suara. Kemudian Partai Golkar memperoleh 6.914 suara. Hasil perolehan suara ini yang menyebabkan Partai Golkar unggul jauh dari parpol-parpol lainnya, termasuk PDIP dalam Pemilu Anggota DPRD di Gorontalo. Namun menurut Ridwan, hasil tersebut disebabkan pelaksanaan Pemilu Anggota DPRD Gorontalo, khususnya di Dapil Gorontalo 4 dipenuhi pelanggaran dan penuh kecurangan.
“Ada pemilih terdaftar dalam DPK yang menggunakan e-KTP untuk memilih di TPS, namun pemilih tersebut hanya diberikan 3 jenis kertas suara yaitu kertas suara Pilpres, DPR, DPD. Seharusnya lima kertas suara yakni kertas suara Pilpres, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota,” kata Ridwan.
Sementara itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selaku Pemohon Nomor 03-08-30/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 melalui kuasa hukum Ahmar Ihsan Rangkuti, memersoalkan perolehan suaranya di Dapil Gorontalo 1. Berdasarkan perolehan suara, menurut seharusnya PKS memperoleh 7.830 suara. Sedangkan yang ditetapkan KPU adalah 7.730 suara. Terjadi selisih 100 suara.
“Selisih 100 suara itu terjadi karena beberapa pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu Hulonthalangi dan Kota Barat,” ungkap Ahmar. Salah satu pelanggaran, misalnya KPPS Kelurahan Tenda tidak memasukkan formulir C7 atau daftar hadir pemilih ke dalam kotak suara.
Lain pula yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 30-01-15/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, Fitroh Nurwijoyo Legowo selaku Calon Anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendalilkan telah terjadi penggelembungan suara terhadap Caleg PKB lainnya Hifni Muhammad Nasikh yang diduga dilakukan oleh KPU. Fitroh memperoleh 8.462 suara, sedangkan Hifni mendapatkan 8.637 suara. Mengenai penyebab penggelembungan suara, yang paling banyak terjadi disebabkan banyaknya pemilih tidak terdaftar tapi ikut mencoblos. Selain itu banyak surat suara tertukar dan sudah dicoblos. (Nano Tresna Arfana/NRA)