JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2019 (PHPU Legislatif 2019) untuk Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (10/7/2019). Hadir lima parpol dalam sidang panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna tersebut, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gerindra, Partai Perindo, Partai Garuda, dan Partai Berkarya.
Dalam permohonannya, PSI mendalilkan adanya penambahan suara untuk Partai Demokrat di Provinsi Sulut. Diwakili oleh Nasrullah, PSI mempermasalahkan suara di Dapil Kabupaten Minahasa Utara IV untuk kursi DPRD. Seharusnya, kata dia, Pemohon mendapat 1.372 suara di Kecamatan Kauditan dan Partai Demokrat mendapat 1.062 suara. “Namun banyak kecurangan yang menyebabkan pihaknya mendapat pengurangan suara,” jelasnya dalam perkara Nomor 204-11-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
Nasrullah juga menyebut ada dua orang ber-KTP Papua yang diberikan lima kertas suara oleh PPS Desa Treman. Salah satu pemegang KTP Papua, yakni Selvie Rompis, telah mengakui hal tersebut dalam sidang ajudikasi Bawaslu Minahasa Utara pada 21 Mei 2019.
Selain itu, kata Nasrullah, terdapat penambahan 6 suara yang janggal. Penambahan ini mengubah hasil suara Partai Demokrat di Kecamatan Kauditan menjadi 1.754 suara. Begitu juga terdapat penambahan 3 suara bagi Partai Demokrat di TPS 1 Kauditan Dua.
“Keanehan lainnya adalah saksi PSI hanya mendapatkan fotokopi C1 di TPS 7. Begitu juga saat rapat pleno di tingkat kecamatan,semua saksi tidak diberikan form DAA1. Kami meminta MK menetapkan suara Pemohon sebesar 1.372 suara di Kecamatan Kauditan. Sedangkan Partai Demokrat mendapat 1.062 suara,” ujarnya saat membacakan petitum. Dirinya juga meminta agar MK memerintahkan Termohon melakukan Pemungutan Suara Ulang di TPS 1 Desa Treman Kecamatan Kauditan.
Penggelembungan Suara oleh PDIP
Dalam sidang tersebut, MK juga menyidangkan perkara Nomor 133-09-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Kuasa Hukum Pemohon Sandy K Singarimbun mempermasalahkan suara di Dapil 3 Kabupaten Kepulauan Talaud untuk kursi DPRD Kabupaten. Seharusnya Pemohon mendapat sebesar 1.215 suara dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendapat 3.619 suara. “Namun versi Termohon PDIP mendapat suara sebesar 3.652 dan Partai Perindo mendapat suara 1.203 suara,” ujar Sandy.
Sandy juga mencontohkan beberapa kecurangan yang terjadi seperti KPU Kepulauan Talaud melakukan pengubahan angka di TPS 3 Desa Peret. Suara PDIP yang seharusnya berjumlah 21 menjadi 27 suara. Kemudian di Desa Kordakel, perolehan suara PDIP yang seharusnya hanya 29 suara diubah menjadi 34 suara.
Sandy juga menuding adanya suara siluman yang menguntungkan PDIP. Di beberapa TPS terdapat ketidaksesuaian penghitungan suara dengan pengguna hak pilih yang tidak sesuai. Akhirnya menyebabkan penggelembungan suara sebanyak 105 suara untuk PDIP.
Dari sini, kata Sandy, Pemohon meminta MK mengeluarkan putusan sela yang meminta Termohon untuk melakukan pembukaan kotak suara di 21 TPS yang bermasalah. Untuk itulah, dalam petitum, Pemohon meminta MK mengesahkan sebesar 1.215 suara untuk Perindo dan sebesar 3.619 suara untuk PDIP. “Artinya Perindo berhak mendapatkan satu kursi DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud,” ujar Sandy.
Dalam sidang PHPU Legislatif 2019 untuk Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), digelar juga sidang perkara Nomor 163-02-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk untuk Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), perkara Nomor 238-07-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Beringin Karya (Berkarya), dan perkara Nomor 244-06-25/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Meski demikian, Partai Garuda dan Partai Berkarya tidak hadir di persidangan. Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebut ada konsekuensi hukum bagi dua parpol yang tidak hadir.
Untuk sidang berikutnya, Palguna menyampaikan bahwa sidang akan digelar pada Selasa, 16 Juli 2019 dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon serta keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu. (Arif Satriantoro/LA/RD)