Pimpinan DPRD Maluku Utara mendesak pemerintah untuk tegas mengambil sikap dalam soal sengketa pemilihan kepala daerah di Maluku Utara. Pemerintah juga harus menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa Pilkada Maluku yang dimenangkan oleh pasangan Thayb Armayn dan Kasuba.
"Kami minta ketegasan Presiden dan Mendagri Mardiyanto, untuk tunduk kepada hukum yang berlaku. MA kan sudah memutus perkara Gubernur Malut. Harusnya itu dilaksanakan," kata Ketua Fraksi Pembaruan DPRD Malut dari Partai Demokrat, Hendra Kariangan di Hotel Allia, Jl Pecenongan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2008).
Menurut Hendra, pemerintah tidak perlu akan terjadi konflik kekerasan di Malut bila memang komitmen untuk mengambil sikap sesuai keputusan MA tersebut. Alasannya, warga Malut tidak akan berbuat negatif dan akan tunduk pada aturan hukum yang berlaku.
Sementara, Ketua DPRD Malut yang juga Ketua Fraksi PDIP Ali Syamsi menyatakan hal yang sama. Menurut Ali, jajaran pimpinan DPRD Malut sudah menyepakati agar keputusan terkait Gubernur Malut diserahkan kepada pemerintah pusat.
"Tentu saja acuan untuk keputusan pusat adalah putusan hukum yang berlaku. Sengketa pilkada telah selesai dengan berbagai keputusan khususnya fatwa MA," jelasnya.
Fatwa MA yang sudah disampaikan ke Mendagri Mardiyanto pada 10 Maret 2008 lalu menyatakan secara implisit bahwa pemenang pilkada adalah pasangan Thayb Armayn dan Kasuba.
Sementara itu Kusnandar Priyadi Kusuma dari Fraksi PKS menekankan bahwa penyelesaian secara politik yang saat ini diusahakan pemerintah pusat melalui Mendagri tak akan menyelesaikan masalah. Saat ini Mendagri sedang mengirim tim ke Malut untuk meninjau kemungkinan pelaksanaan penyelesaian politik lewat paripurna DPRD.
"Cara-cara hukum yang sebenarnya harus didahulukan daripada cara-cara politis. Karena masyarakat tak akan tenang kalau politisasi berlangsung terus," tandasnya.
Ditambahkan Ali, pihaknya menolak keputusan pemerintah dalam hal ini Mendagri yang mengembalikan proses Pilkada ke DPRD Malut. Alasannya, sengketa tersebut telah selesai dengan adanya keputusan LPUD No 20/2007 tanggal 16 November 2007 tentang hasil penghitungan dan penetapan hasil pemilihan, Keputusan MA No 03/KPUD/2007 tanggal 22 Januari 2007 yang memerintahkan penghitungan ulang di tiga kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat, yaitu Kecamatan Jailolo, Suhu Timur dan Ibu Selatan.
Dan terakhir dikuatkan denga adanya Fatwa MA No 22/KMA/III/2008 tanggal 10 Maret 2008. Pendapat MA bersifat mengikat bagi pemerintah untuk dijadikan acuan hukum mengakhiri sengketa pilkada di Malut.
"Maka persoalan hukum sudah selesai dan tidak ada alasan hukum bagi pemerintah melalui mendagri untuk mengembalikan proses pilkada ke DPRD Provinsi Malut," imbuhnya.
Sementara itu Kusnandar Priyadi Kusuma dari Fraksi PKS menekankan bahwa penyelesaian secara politik yang saat ini diusahakan pemerintah pusat melalui Mendagri tidak menyelesaikan masalah. Saat ini Mendagri sedang mengirim tim ke Malut untuk meninjau kemungkinan pelaksanaan penyelesaian politik lewat paripurna DPRD.
"Cara-cara hukum yang sebenarnya harus didahulukan daripada cara-cara politis. Karena masyarakat takkan tenang kalau politisasi berlangsung terus," tukas Kusnandar.
mengirim tim ke Malut untuk meninjau kemungkinan pelaksanaan penyelesaian politik lewat paripurna DPRD.
"Cara-cara hukum yang sebenarnya harus didahulukan daripada cara-cara politis. Karena masyarakat takkan tenang kalau politisasi berlangsung terus," tukas Kusnandar.
Sumber www.detik.com
Foto http://www.google.go.id