Sidang PHPU Legislatif 2019 Maluku Utara, Hakim Kritik Permohonan Tiga Parpol
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 2019 (PHPU Legislatif 2019), Selasa (9/7/2019). Dalam sidang PHPU Legislatif 2019 untuk Provinsi Maluku Utara, Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiddudin Adams, mengkritik permohonan tiga partai politik, yakni Partai Berkarya, Partai Garuda, serta Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Suhartoyo mengaku bingung dengan Permohonan Nomor 242-06-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 dari Partai Garuda karena isi permohonan yang dibacakan saat sidang dengan yang dipegang oleh Panel Hakim berbeda. Pemohon justru caleg dan dapil yang dipermasalahkan berbeda.
“Jadi yang dipegang MK adalah Permohonan tertanggal 5 Juli 2019. Jika di luar itu MK tidak mengakui,” tegasnya. Dia memperingatkan Pemohon agar memperhatikan batas waktu memasukkan permohonan. Sebab jika sudah melewati tenggat waktu, maka tentu tidak akan dianggap MK.
“Saya harap ini mesti clear dari Pemohon. Mau memakai permohonan yang mana,” kata Suhartoyo. Sebab jika melewati tenggat waktu, kata dia, tentu akan dikesampingkan MK. Sebab itu merupakan syarat Permohonan secara formil. Hal ini tentu akan menjadi catatan bagi MK serta meminta agar ditanggapi Termohon di sidang berikutnya.
Menyikapi ini, kuasa hukum Partai Garuda, Husein Abudin menegaskan akan menggunakan dengan permohonan yang pertama Permohonan sesuai dengan tenggat waktu memasukkan permohonan.
Sementara itu, dalam sidang ini, Partai Garuda mempersoalkan suara untuk Dapil Maluku Utara I terkait kursi DPRD provinsi. Sesuai C1 yang dimiliki Pemohon, pihaknya mendapat 7.955 suara. Namun KPU setempat justru menetapkan suara Pemohon sebesar 5.325 suara. “Selisih suara yang ada cukup besar yakni 2.630 suara,” tegas Husein.
Sementara Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mempertanyakan model permohonan yang diajukan Partai Berkarya atas nama partai politik (parpol) atau perseorangan. Sebab dilihat dari posita dan petitumnya menunjukkan seperti atas nama parpol. Makanya perlu dipertegas kembali untuk Perkara Nomor 211-07-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
“Mohon pasca (sidang) ini diperbaiki. Batasnya sampai sebelum pemeriksaan persidangan. Kalau melampai itu tidak bisa,” tegasnya. Dia pun mengingatkan agar tak lupa mencantumkan tandatangan ketua partai dan sekjen jika untuk dicantumkan.
Kuasa Hukum Partai Berkarya Martha Dinata pun merespon ini dengan menegaskan permohonan atas nama perorangan dan akan memperbaikinya pascasidang selesai. Perkara ini mempermasalahkan Dapil Maluku Utara I untuk Kursi DPRD serta DPRD Provinsi.
Sementara Hakim Konstitusi Suhartoyo juga mengkritisi Perkara Nomor 41-13-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Hanura karena banyak kesalahan penulisan yang dilakukan. Selain itu, Pemohon mengaku sebagai permohonan perseorangan. Namun yang terbaca kenapa seperti sengketa antar parpol.
Permohonan Partai Hanura mempermasalahkan perolehan suara Dapil 4 Halmahera Selatan. Dimana mereka meminta Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kecamatan Obi Timor, Kecamatan Obi Selatan, serta Kecamatan Obi Mayor.
Dalam Panel 3 sesi 3 khusus untuk perkara di Provinsi Maluku Utara. Digelar juga Perkara Nomor 90-19-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019untuk Partai Bulan Bintang (PBB) serta Perkara Nomor 60-14-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 untuk Partai Demokrat. (Arif Satriantoro/LA/RD)